Lihat ke Halaman Asli

Susana ClaudiaCristina

Promotor Kesehatan di UPTD Puskesmas Sita, Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai Timur

Bae Sonde Bae, NTT Lebe Bae Tanpa Stunting : Krisis Air Bersih dan Ancaman Stunting di NTT

Diperbarui: 28 September 2025   02:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

"Sekarang sumber air su dekat, beta sonde pernah terlambat lagi. Karena mudah ambil air, katong bisa hidup sehat." Begitulah cuplikan iklan layanan masyarakat di daerah yang sudah menikmati akses air bersih.

Namun, di pelosok NTT lainnya, seorang ibu bernama Muet harus berjalan hampir lima kilometer hanya tuk mendapatkan setimba air. Kisah Muet mencerminkan keterbatasan akses air bersih yang masih dialami ribuan keluarga di NTT. Masalah ini tidak hanya tentang kebutuhan dasar air, tetapi juga berkaitan langsung dengan ancaman serius bagi kesehatan anak-anak, khususnya stunting.
Keterbatasan air bersih berkaitan erat dengan tingginya angka stunting. Menurut UNICEF (2021), lebih dari 4,5 juta balita di Indonesia mengalami stunting. Data Survei Kesehatan Indonesia (2023) menunjukkan NTT menempati posisi kedua tertinggi dengan prevalensi 37,9%, jauh di atas rata-rata nasional. Target RPJMN bahkan menargetkan penurunan stunting menjadi 14,2% pada 2029 dan 5% pada 2045. Tantangan ini tidak bisa dilepaskan dari persoalan air bersih dan sanitasi yang masih terbatas di banyak wilayah.

Apa Itu Stunting dan Dampaknya

Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronis sejak dalam kandungan hingga usia dua tahun. Dampaknya bukan sekadar anak bertubuh pendek, tetapi juga menurunkan perkembangan otak, mengurangi daya tahan tubuh, dan menurunkan produktivitas di masa depan (Kemenkes RI, 2016). Anak-anak yang mengalami stunting lebih rentan terhadap penyakit infeksi, kesulitan belajar, dan memiliki kesempatan hidup yang terbatas. Dengan demikian, stunting bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga ancaman serius terhadap kualitas sumber daya manusia dan pembangunan nasional.

Air Bersih, Sanitasi, dan Stunting

Air bersih merupakan fondasi utama kesehatan masyarakat. Dalam konteks stunting, akses air layak dan sanitasi memegang peran penting mencegah penyakit infeksi yang mengganggu penyerapan gizi. Anak-anak yang tinggal di rumah tangga dengan air tidak layak lebih sering mengalami diare kronis, infeksi saluran pencernaan, hingga cacingan. Penyakit ini menyebabkan hilangnya cairan, elektrolit, dan nutrisi penting, sehingga makanan yang dikonsumsi anak tidak dapat dimanfaatkan secara optimal (Humphrey, 2009; Ngure et al., 2014).
Fenomena ini nyata di NTT. Berdasarkan Statistik Air Bersih Provinsi NTT 2023, masih terdapat beberapa kabupaten/kota yang belum memiliki PDAM aktif, dan distribusi air belum merata hingga ke semua kecamatan. Banyak masyarakat masih mengandalkan sumur gali, mata air, atau menadah air hujan---sumber air yang kualitasnya rawan terkontaminasi bakteri dan parasit usus.
Anak-anak yang tumbuh di lingkungan dengan sanitasi buruk berisiko tinggi mengalami gangguan usus kronis akibat paparan kuman berulang, yang menghambat penyerapan gizi. Kondisi ini menjelaskan mengapa anak yang tampak diberi makanan bergizi pun tetap mengalami gagal tumbuh.
Selain itu, keterbatasan air juga memengaruhi praktik kebersihan harian. Keluarga yang kesulitan mendapatkan air cenderung memilih untuk menggunakannya hanya untuk memasak atau minum, sementara mencuci tangan, peralatan makan, dan menjaga kebersihan lingkungan menjadi terbengkalai. Akibatnya, penyakit menular mudah menyebar, memperparah risiko stunting.
Air bersih juga berperan dalam pendidikan gizi. Tanpa air yang aman, upaya memberikan ASI, memasak makanan bergizi, atau mengolah sayuran segar menjadi tidak efektif. Dengan kata lain, akses air layak menjadi prasyarat agar strategi gizi dan kesehatan anak berhasil.

Bukti Penelitian: Air Bersih Mengurangi Risiko Stunting

Berbagai penelitian menunjukkan hubungan langsung antara stunting dan akses air bersih. Penelitian oleh Tri Mulyaningsih dkk. (2021) menemukan bahwa anak yang tidak memiliki akses air bersih berisiko 36% lebih tinggi mengalami stunting. Sementara penelitian di Rwanda oleh Hester Kalinda dkk. (2023) menunjukkan bahwa penggunaan air keran menurunkan kemungkinan stunting hingga 75%, sedangkan anak-anak dari rumah tangga tanpa toilet layak memiliki risiko lebih tinggi dibanding yang memiliki fasilitas sanitasi. Temuan-temuan ini menegaskan bahwa penyediaan air bersih dan sanitasi yang layak bukanlah pelengkap, tetapi fondasi utama dalam strategi penurunan stunting. Tanpa air bersih, intervensi gizi akan kurang efektif karena penyakit infeksi dapat merusak penyerapan nutrisi.

Kondisi Geografis dan Sosial NTT

NTT menghadapi tantangan geografis dan sosial-ekonomi yang kompleks. Wilayahnya terdiri dari lebih dari 500 pulau dengan iklim kering, musim hujan singkat, dan curah hujan rendah. Tanah berbatu membuat cadangan air sulit tersimpan, sehingga kekeringan terjadi hampir setiap tahun.
Mayoritas penduduk bekerja di sektor pertanian lahan kering, peternakan, dan perkebunan. Hasil panen sering tidak stabil karena keterbatasan air, dan tingkat kemiskinan tetap tinggi, yaitu 18,6% pada Maret 2025 (BPS NTT, 2025). Kondisi alam, ekonomi, dan infrastruktur yang terbatas meningkatkan kerentanan terhadap stunting, terutama pada anak-anak dari keluarga miskin atau terpencil.

Mengapa Air Bersih Jadi Kunci?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline