Mohon tunggu...
teteh chatay pasific...
teteh chatay pasific... Mohon Tunggu... sekretaris doank di Chatay Pasific....

yeeee... juara iii lomba makan kerupuk di sekolah, mendapatkan penghargaan magic chess go go dengan predikat "urban star"...... juara iii lomba lari 100 meter Porseni se -Jatim..............

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

[2] pilihan .....

29 September 2025   04:15 Diperbarui: 29 September 2025   04:15 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tentu! Mari kita lanjutkan cerita Kunci yang Hilang...
Pilihan Terakhir
Tangan kurus panjang itu menjulur ke bawah, kukunya yang hitam dan retak hanya berjarak sejengkal dari kunci kuno di tangan Risa. Aura dingin yang memancar darinya begitu menusuk hingga Risa sulit bernapas.
Neneknya masih di tempat tidur, tapi ia tidak bergerak. Matanya tertutup, seolah ia hanya boneka yang ditinggalkan.
"Berikan padaku," suara serangga itu mengulang, lebih mendesak.
Risa tahu ia tak bisa berpikir jernih. Tangannya gemetar hebat, dan ia hampir menjatuhkan kunci itu. Jika kunci ini adalah jalan keluar bagi makhluk itu, maka ia harus melakukan sesuatu. Melarikan diri, menyembunyikannya, apa pun!
Dengan sisa keberanian terakhir, Risa menarik tangan dan kunci itu ke belakang, tepat saat makhluk itu mulai merayap keluar dari lubang plafon. Sosoknya gelap, tidak jelas, namun kepalanya tampak besar dan abnormal, dengan mata kuning yang menyala-nyala.
Risa mundur dua langkah, punggungnya menabrak lemari tua di samping tempat tidur. Ia melirik neneknya, lalu kembali ke kunci. Nenek bilang makhluk itu mencari kunci untuk keluar.
Sebuah ide gila melintas di benaknya: Jika ia tidak bisa melarikan diri, ia harus menguncinya kembali.
Risa berlari ke arah pintu kamar. Makhluk itu mengeluarkan suara menderu yang mirip desisan, dan tangannya yang lain kini muncul, mencakar lantai kamar.
Risa tidak melihat ke belakang. Ia tahu lantai atas selalu terkunci. Ia berlari keluar kamar, menaiki tangga kayu yang berderit menuju lantai dua.
Langkah demi langkah, derap kakinya bertarung melawan suara cakar dan gesekan yang kini terdengar jelas mengejarnya dari lantai bawah.
Sampai di puncak tangga, ia berhadapan dengan Pintu Loteng yang terbuat dari kayu tebal, selalu tertutup, dan memang memiliki lubang kunci kuno yang sama dengan kunci di tangannya.
Risa memasukkan kunci itu dengan tangan gemetar. Kunci itu pas, tetapi enggan berputar.
Tepat di bawahnya, ia mendengar suara gedebukan keras---makhluk itu sudah mencapai tangga.
Ia memejamkan mata dan memutar kunci sekuat tenaga. Krakk! Suara itu bukan suara kunci terbuka, melainkan suara kayu yang retak. Kunci itu berputar, tapi pintu tidak terbuka. Sebaliknya, pintu itu terkunci rapat.
Napas Risa terhenti. Kunci ini bukan untuk membuka... melainkan untuk mengunci kembali.
Namun, sebelum ia sempat bernapas lega, di balik Pintu Loteng yang baru saja ia kunci, terdengar suara benturan yang membuat pintu bergetar.
"Terima kasih," bisik suara serangga itu, kali ini terdengar lebih dekat, lebih puas.
Risa menoleh ke belakang. Makhluk yang mengejarnya dari bawah kini berdiri di anak tangga terakhir. Tetapi, makhluk ini berbeda. Ia lebih kecil, hanya berupa bayangan gelap dengan mata kuning tunggal.
"Kau mengunciku di dalam sana. Kau memberiku jalan keluar di sini," bisiknya sambil menunjuk ke Pintu Loteng.
Makhluk yang baru saja ia kunci itu mungkin hanya penjaga dari makhluk yang sebenarnya. Makhluk yang ada di hadapannya sekarang tersenyum, dan di tangannya, ia memegang sebuah kunci lain yang identik, kunci yang sudah ia miliki sejak awal.
Makhluk itu berjalan mendekat, dan Risa menyadari, ia bukan mengunci makhluk itu. Ia baru saja membuka kandang untuk makhluk yang lain.
Apa yang terjadi pada Risa setelah itu? Atau, apa isi Pintu Loteng yang sebenarnya?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun