Lihat ke Halaman Asli

Siti Sakinah

Vocational Student of IPB University | Undergraduate Communication Digital and Media

Rp193,7 Triliun Melayang! Skandal Migas yang Menguras Kredibilitas

Diperbarui: 26 Maret 2025   15:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompas.com Talks - Megakorupsi Tata Kelola Minyak: Jangan Hanya Ganti Pemain. Sumber: Pribadi.

Kasus megakorupsi di sektor minyak dan gas kembali mencuat. Kali ini, Pertamina Patra Niaga jadi sorotan utama dalam dugaan korupsi yang disebut-sebut merugikan negara hingga Rp193,7 triliun. Angka yang super fantastis! Tapi, pertanyaannya adalah “Apakah kasus ini akan benar-benar membongkar mafia migas atau hanya sekadar mengganti orang-orang di posisi tertentu tanpa ada perbaikan sistem?”

Permainan Mafia Migas

Dugaan korupsi ini bermula dari Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 yang mewajibkan Pertamina mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri. Alih-alih mendukung produksi minyak lokal, beberapa pejabat justru diduga sengaja menurunkan produksi minyak dalam negeri, lalu menggantinya dengan impor yang dikuasai oleh para pemburu rente. Modusnya? Ekspor minyak mentah dalam negeri dengan alasan spesifikasi tak sesuai, lalu impor minyak dari luar dengan harga tinggi.

Selain itu, muncul juga skandal dugaan pengoplosan bahan bakar, di mana bahan bakar kualitas rendah dicampur agar bisa dijual lebih mahal. Pakar Bahan Bakar ITB, Dr. Ing Ir. Tri Yuswidjajanto mengungkapkan bahwa dalam industri migas, pencampuran bahan bakar atau blending dilakukan dengan peralatan canggih dan sistem otomatis agar kualitas produk tetap terjaga. Sebetulnya, di dunia bahan bakar, semua produk yang kita gunakan sehari-hari tidak akan ada tanpa proses pencampuran. Produk yang keluar dari kilang bukanlah langsung berupa Pertalite, Pertamax, atau Pertamax Turbo. Untuk bensin, misalnya, produk yang dihasilkan kilang disebut Nafta, sementara untuk solar disebut Gas Oil. Nafta kemudian harus melalui proses blending agar bisa memenuhi spesifikasi yang sesuai dengan standar BBM yang digunakan masyarakat.

Namun, perbedaan utama antara blending yang sah dan oplosan yang ilegal harus dipahami dengan jelas agar tidak terjadi kesalahpahaman di masyarakat. Kejaksaan Agung sempat menggunakan istilah "oplosan" dalam kasus ini, yang kemudian diklarifikasi karena bisa menimbulkan persepsi negatif di masyarakat terhadap produk Pertamina.

Bukan Sekadar Urusan Hukum, Tapi Juga Kepercayaan Publik

Sejumlah tokoh hadir dalam diskusi "Megakorupsi Tata Kelola Minyak: Jangan Hanya Ganti Pemain" yang digelar Kompas.com. Ketua Komisi Kejaksaan RI, Prof. Dr. Pujiyono Suwadi, menegaskan bahwa pengungkapan kasus ini harus tuntas dan tidak boleh berhenti di 9 orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Ia menekankan bahwa penegakan hukum tidak boleh sekadar seremoni, melainkan harus benar-benar membongkar siapa saja yang bermain dalam sistem ini.

Ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, juga menyuarakan pentingnya pengawalan kasus ini. Ia bahkan siap membawa kasus ini ke Mahkamah Konstitusi jika ada indikasi tebang pilih dalam penegakan hukumnya.

Sementara itu, ekonom dari INDEF, Abra Talattov, menyoroti dampak besar korupsi ini terhadap harga BBM dan subsidi pemerintah. "Publik merasa harga BBM mahal karena permainan mafia ini. Akibatnya, subsidi negara makin membengkak dan rakyat yang harus menanggung bebannya," ujarnya.

Lalu, Apa Selanjutnya?

Mengusut megakorupsi ini bukan hanya soal menangkap beberapa orang lalu menganggap masalah selesai. Kasus ini jauh lebih kompleks dan membutuhkan langkah konkret agar tidak terus berulang. Penegakan hukum yang tegas dan transparan harus menjadi prioritas utama. Tidak boleh ada tebang pilih dalam penindakan, di mana hanya "pemain kecil" yang dijadikan kambing hitam sementara aktor-aktor besar tetap bebas berkeliaran. Selain itu, penyelidikan harus terbebas dari intervensi politik agar tidak ada kepentingan tertentu yang menghambat pengungkapan kasus secara menyeluruh.


Selain aspek hukum, tata kelola migas juga harus dibenahi secara menyeluruh. Pengawasan terhadap impor dan distribusi minyak perlu diperketat agar tidak ada lagi celah yang bisa dimanfaatkan oleh mafia migas. Reformasi regulasi menjadi langkah penting untuk memastikan bahwa permainan harga, monopoli jaringan impor, serta berbagai praktik ilegal lainnya dapat dicegah sejak awal. Tanpa adanya perbaikan sistem, kasus serupa akan terus terjadi meskipun para pelaku silih berganti.

Lebih dari itu, pemulihan kepercayaan publik terhadap industri migas dan pemerintah menjadi tantangan besar. Masyarakat berhak mendapatkan transparansi dalam proses hukum agar mengetahui siapa saja yang benar-benar bertanggung jawab atas kerugian besar ini. Pemerintah dan Pertamina juga harus memperbaiki cara komunikasi mereka dengan publik, bukan sekadar meredam isu, tetapi memastikan bahwa sistem akan benar-benar diperbaiki. Kepercayaan masyarakat tidak bisa dibangun hanya dengan janji-janji, tetapi harus dibuktikan dengan tindakan nyata dan perubahan sistemik yang konkret.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline