Sejak berpuluh tahun lalu, serangga dikonsumsi oleh masyarakat tropis karena mengandung protein dan memberikan manfaat meningkatkan kesehatan. Salah satu keuntungan serangga berkembang biak di daerah khatulistiwa adalah serangga betina dapat bereproduksi sepanjang tahun tanpa dibatasi oleh cuaca ekstrim. Berhubungan dengan hal tersebut timbul pertanyaan mengapa banyak masyarakat negara tropis sering mengonsumsi serangga? Ini adalah pertanyaan sangat bagus untuk dikaji manfaatnya dan dihubungkan dengan pertambahan penduduk dunia plus kebutuhan semakin meningkat. Berdasarkan hasil analisis laboratorium, kadar protein 100 g belalang kering sebanyak 40% sama dengan 20,6 g. Jumlah ini nyaris setara dibandingkan sumber protein berasal dari daging ayam (23 g), telur (13 g), aneka kacang-kacangan: kedelai (26 g), kacang tanah (25,8 -- 27,9 g) dan kacang hijau (24 g).
Hasil penelitian Jongema (2015) menjawab mengapa serangga telah dijadikan sebagai sumber makanan bernutrisi yaitu: 1) serangga tersedia melimpah sepanjang tahun karena beberapa wilayah mempunyai dua musim yang jelas (alam Indonesia hanya mengenal musim kemarau dan musim hujan). Di negara beriklim dingin, saat musim salju, serangga mengalami diapause https://www.sciencedirect.com/topics/medicine-and-dentistry/diapause sehingga sulit sekali ditemukan; 2) jumlah jenis serangga melimpah di daerah tropis karena perilaku swarm diperlihatkan oleh kelompok belalang kembara famili Acrididae. Kasta reproduktif rayap (dinamakan laron) ditemukan dalam jumlah sangat melimpah saat turun hujan pertama di musim kemarau. Kedua jenis serangga ini telah menjadi hidangan spesial yang langka di kalangan masyarakat tertentu; 3) masyarakat di daerah tropis mempunyai banyak sekali kesempatan bekerja sepanjang tahun di bawah terik matahari. Sistem pengendalian mekanik dilakukan dengan cara membersihkan sisa tanaman sebagai sarang serangga hama. Saat melakukan sanitasi di kebun memberikan banyak kesempatan menemukan kelompok serangga hama atau serangga pradewasa lainnya dapat dijadikan bahan makanan (ulat sagu bersarang pada sisa batang sagu lapuk, laron dan anakan tawon); 4) masyarakat di negara beriklim dingin mempunyai persepsi bahwa serangga adalah hewan berbahaya untuk dikonsumsi; 5) jumlah dan variasi serangga sangat terbatas di negara bersalju karena perbedaan suhu lingkungan sangat ekstrim pada waktu tertentu. Serangga hidup di negara beriklim dingin mempunyai perilaku diapause untuk menghindari kematian saat masih berada dalam tahap pradewasa. Di dalam laporannya, Jongema (2015) juga menulis bahwa terdapat lebih dari 2.000 jenis arthropoda dapat dijadikan sumber makanan bernutrisi. Beberapa ordo serangga paling banyak dikonsumsi urutannya adalah: Coleoptera (kelompok kumbang dikonsumsi adalah ulat) sebesar 31% dari semua jenis arthropoda yang dapat diolah menjadi makanan, Lepidoptera (ulat kupu-kupu) sebanyak 17%, Hymenoptera (kelompok lebah dan semut) sebanyak 15%, Orthoptera (jangkrik dan belalang) sebanyak 14%, Hemiptera (kepik) sebanyak 11%, Isoptera (rayap) sebesar 3%, sisanya sebanyak 9% untuk Odonata (capung), Diptera (lalat) dan ordo lainnya.
Belalang dari kelompok Orthoptera merupakan serangga paling banyak dikonsumsi manusia karena populasinya tersebar luas di berbagai belahan dunia. Famili Orthoptera paling sering dikonsumsi adalah Acrididae, Pyrgomorphidae, Tettigoniidae dan Romaleidae. Hasil penelitian Finke dan Oonincx (2014) melaporkan bahwa kebiasaan dan jenis makanan belalang sangat berpengaruh terhadap komposisi kimiawi yang dikandung dalam tubuhnya. Jenis belalang berasal dari famili Acrididae, Pyrgomorphidae dan Romaleidae kebanyakan bersifat herbivora karena makan rumput. Famili Tettigoniidae merupakan serangga predator memangsa serangga kecil dan sebagian jaringan tanaman untuk mendapatkan serat. Serangga predator mempunyai kandungan protein setingkat lebih tinggi dari serangga herbivora karena mengonsumsi protein hewani dari mangsanya. Selain kebiasaan mengonsumsi jenis makanan berbeda, beberapa aspek lain jjuga memberikan kontribusi terhadap komposisi kimiawi belalang adalah: jenis kelamin, fase serangga dan faktor lingkungan habitat (suhu, panjang hari, kelembaban, intensitas cahaya dan lain-lain). Terkait kandungan lemak, belalang betina mengandung banyak lemak sebelum periode meletakkan telur sedangkan nimfa atau anak belalang mengandung lemak sebagai cadangan makanan sebelum menjadi dewasa. Belalang juga banyak mengandung serat dalam bentuk kitin (turunan karbohidrat), protein yang tersklerotisasi dan lain-lain.
Belalang adalah hewan yang penyebarannya sangat luas di seluruh dunia dan Acrididae adalah famili paling banyak jumlahnya. Hasil penelitian berikut ini menyebutkan beberapa contoh belalang famili Acrididae yang mempunyai kandungan protein tinggi adalah: Boopendon af. flaviventris kandungan proteinnya paling tinggi sebesar 75,95% hanya ditemukan di Meksiko (Rumpold dan Schluter, 2013); Arphia fallax kandungan proteinnya sebesar 71,30% ditemukan di Meksiko (Ramos-Elorduy et al., 2012) dan Acrida exaltala mengandung protein sebesar 64,46% ditemukan di India (Anand et al., 2008). Kandungan protein terendah ditemukan pada belalang Encoptolophus herbaceous yang hidup di alam liar Meksiko (Ramos-Elorduy et al., 2012).
Selain belalang famili Acrididae, terdapat famili belalang lain mengandung banyak protein. Belalang famili Pyrgomorphidae yang bersifat herbivora mengandung protein tertinggi adalah: Sphenarium histrio di Meksiko dengan kandungan protein sebesar 77% (Ramos-Elorduy et al., 2012) dan terendah adalah Chrotogonus trachypterus trachypterus di India sebesar 59.63% (Das dan Mandal, 2013). Belalang famili Tettigoniidae yang menjadi serangga predator dan mengandung protein tertinggi adalah: Conocephalus triops dari Meksiko dengan kandungan protein sebesar 71% (Ramos-Elorduy et al., 2012) Protein terendah ditemukan pada Ruspolia differens, belalang Tettigoniidae berwarna hijau yang hidup di Kenya. Kandungan proteinnya hanya senilai 43,10% (Kinyuru et al., 2011). Kandungan protein belalang famili Romaleidae tertinggi adalah Romalea sp. sebanyak 75,30% dan terendah pada Taeniopoda auricornis. Kedua jenis belalang ini berasal dari Meksiko (Ramos-Elorday et al., 2012).
Fakta unik lainnya tentang perolehan nutrisi dari serangga berasal dari daerah yang dominan ditumbuhi oleh pohon sagu. Bustaman (2008) mengemukakan bahwa masyarakat bertinggal di bagian barat Indonesia (Papua dan Maluku) sudah lama sekali mengusahakan pengolahan sagu secara tradisional dan mengkonsumsi ulat sagu Rhynchoporus ferrugineus (Coleoptera: Curculionidae). Alasan klasik masyarakat lokal mengkonsumsi ulat sagu sebagai sumber protein karena kurangnya protein hewani di daerah tersebut. Kalaupun tersedia, harganya tidak terjangkau oleh masyarakat. Ulat sagu yang tersedia secara gratis di alam mengandung protein sebanyak 13,80% dan sejumlah asam amino esensil yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tubuh manusia. Saat ulat sagu menjadi dewasa berubah menjadi kumbang yang menjadi hama tanaman sagu dan palma lainnya yang berada di habitat tersebut. Selain dikonsumsi manusia, ulat sagu dapat dijadikan sebagai pengganti tepung ikan dalam pembuatan pakan ternak. Hasil penelitian Widiastuti dan Kisan (2014) melaporkan bahwa analisis protein ulat sagu menggunakan metode Kjeldahl sebesar 4,05% dianggap mampu memenuhi kebutuhan protein hewani jika dikonsumsi oleh masyarakat. Secara umum protein berfungsi mengganti sel tubuh yang rusak dan meningkatkan daya tahan tubuh. Hal ini menunjukkan bahwa ulat sagu dapat menjadi sumber protein hewani alternatif untuk meningkatkan kesehatan manusia. Selain ulat sagu, masyarakat di pulau Jawa seringkali mengkonsumsi belalang, ulat jati dan dan anakan lebah madu.
Ternyata kebiasaan mengkonsumsi serangga bukan hanya berlangsung di Indonesia tetapi juga ditemukan di negara Asia lainnya. Thailand mempunyai pusat kuliner ekstrim di kawasan Asia Tenggara. Makanan yang dijual di tempat itu sungguh di luar ekspektasi kita sebagai orang awam, contohnya gorengan kepik air raksasa Belostoma dari kelompok Hemiptera. Selain kepik air raksasa, belalang dan jangkrik juga sangat terkenal sebagai cemilan kaya protein. Pemanfaatan kepik air raksasa sebagai bahan baku utama cemilan dapat mengurangi populasinya sebagai hama tambak yang menurunkan kualitas panen ikan. Kuliner ekstrim Thailand lainnya yang berasal dari arthropoda adalah kalajengking dan lipan goreng. Tidak terkatakan bagaimana rasa kedua jenis arthropoda beracun ini dijadikan sebagai bahan makanan. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa serangga berbagai ordo mengandung protein tinggi dan layak dikonsumsi oleh manusia. Selain menjadi sumber makanan manusia, sejak lama masyakarat juga menahu bahwa serangga telah dijadikan sumber pakan berprotein tinggi yang dapat meningkatkan kesehatan ikan hias dan burung berkicau. Jenis makanan burung berkicau yang berasal dari serangga adalah: kroto telur semut rangrang dan jangkrik (srn).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI