Kemampuan literasi siswa Indonesia saat ini masih menghadapi tantangan besar. Berdasarkan survei PISA 2018 oleh OECD, Indonesia berada di peringkat ke-74 dari 79 negara dalam kemampuan membaca. Fakta ini menunjukkan bahwa upaya meningkatkan literasi tidak bisa dilakukan dengan pendekatan konvensional semata. Dalam era digital yang penuh distraksi dan derasnya informasi, siswa membutuhkan strategi membaca yang aktif, sistematis, dan menyenangkan. Metode SQ3R yang terdiri dari lima tahapan yakni Survey, Question, Read, Recite, dan Review menawarkan solusi struktural untuk membimbing siswa memahami bacaan secara mendalam. Namun demikian, agar metode ini benar-benar efektif dan sesuai dengan karakter pembelajar masa kini, perlu dikombinasikan dengan pendekatan visual yang menarik, salah satunya adalah melalui media poster.
Media poster memiliki keunggulan dalam menyajikan informasi secara ringkas dan kuat secara visual. Ketika metode SQ3R divisualisasikan dalam bentuk poster, siswa akan lebih mudah mengingat dan memahami tahapan-tahapannya. Lebih dari itu, poster tidak hanya berfungsi sebagai alat bantu guru, tetapi juga dapat menjadi proyek kreatif siswa. Misalnya, setelah membaca dan memahami suatu bacaan menggunakan langkah-langkah SQ3R, siswa dapat diminta membuat poster berisi ringkasan informasi penting yang mereka peroleh. Proses ini tidak hanya mengasah keterampilan membaca dan berpikir kritis, tetapi juga mendorong kemampuan merangkum, mendesain, dan mengomunikasikan informasi dalam bentuk visual yang komunikatif.
Integrasi antara metode SQ3R dan poster juga sangat relevan dengan pembelajaran abad ke-21 yang menekankan pada kreativitas, literasi visual, dan kolaborasi (Trilling & Fadel, 2009). Dalam konteks Kurikulum Merdeka, pendekatan ini mendukung penguatan karakter Profil Pelajar Pancasila, khususnya dalam hal bernalar kritis, mandiri, dan kreatif (Kemdikbudristek, 2022). Selain itu, kegiatan membaca yang dikombinasikan dengan membuat poster dapat dikembangkan sebagai pembelajaran berbasis proyek (project-based learning), sehingga mendorong siswa untuk belajar aktif, saling berdiskusi, dan membangun makna secara kolektif. Dalam hal ini, guru berperan sebagai fasilitator yang membimbing proses berpikir dan berkarya siswa, bukan sekadar penyampai materi.
Tentu, tantangan dalam penerapan integrasi ini tetap ada, mulai dari keterbatasan waktu, kurangnya keterampilan guru dalam mendesain poster, hingga minimnya bahan bacaan yang sesuai. Namun tantangan ini dapat diatasi dengan berbagai cara, seperti pemanfaatan aplikasi desain gratis seperti Canva, pelatihan literasi visual bagi guru, dan penggunaan sumber belajar digital dari platform resmi seperti Rumah Belajar atau e-Pusnas. Justru dengan menghadirkan tantangan-tantangan ini sebagai peluang, proses pembelajaran akan menjadi lebih dinamis dan kontekstual.
Mengintegrasikan metode SQ3R dan media poster bukan hanya soal menggabungkan dua alat bantu pembelajaran, melainkan membentuk sebuah pendekatan baru yang menyeimbangkan antara proses berpikir kognitif dan ekspresi visual. Di tengah tantangan rendahnya budaya membaca dan literasi informasi, inovasi ini dapat menjadi langkah strategis untuk menghidupkan kembali minat membaca dan membentuk pembelajar yang tidak hanya cerdas membaca, tetapi juga kreatif menyampaikan kembali apa yang mereka pahami. Dengan kata lain, pembelajaran literasi tidak lagi sekadar membahas isi bacaan, tetapi juga tentang bagaimana peserta didik mengonstruksi makna dan menyampaikan pemahamannya kepada orang lain secara bermakna dan menyenangkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI