Mohon tunggu...
agus hendrawan
agus hendrawan Mohon Tunggu... Tenaga Kependidikan

Pendidikan, menulis, berita, video, film, photografi, sinematografi, alam, perjalanan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cincin Perak Sederhana: Makna Baru Sebuah Pernikahan?

12 Oktober 2025   17:55 Diperbarui: 12 Oktober 2025   18:33 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: sepasang cincin perak sederhana sebagai simbol ketulusan dan kesederhanaan cinta. (Sumber: Meta AI)

Beberapa waktu lalu, saya menghadiri acara lamaran seorang keponakan. Seperti umumnya, prosesi itu diakhiri dengan pemasangan cincin di jari manis. Namun yang menarik, cincin yang digunakan bukan emas putih berkilau seperti lazimnya zaman saya dulu, melainkan sepasang cincin perak sederhana.

Dengan penasaran saya bertanya kepada sang calon pengantin, berapa harga cincin itu. Ia tersenyum ringan dan menjawab, "Tiga puluh ribu rupiah per pasang, Paman." Saya pun tertegun, bukan karena murahnya, melainkan karena tampak tulusnya niat di balik kesederhanaan itu.

Beberapa bulan sebelumnya, keponakan saya yang lain juga menikah dengan konsep serupa. Tidak ada pesta besar, tidak ada arak-arakan panjang, dan tidak ada gedung mewah yang disewa. Hanya keluarga dekat, beberapa sepupu, dan suasana hangat yang lebih menyerupai ngariung keluarga ketimbang resepsi pernikahan.

Sebaliknya, beberapa waktu lalu saya menghadiri pesta pernikahan lain dengan konsep adat Sunda yang megah. Gedungnya besar, dekorasinya indah, musik gamelannya meriah. Namun tak lama setelahnya, kabar yang beredar bukan tentang kemeriahan, melainkan perseteruan antar keluarga, utang yang menumpuk, dan rasa kecewa karena ekspektasi tak terpenuhi.

Ironis, bukan? Pesta yang seharusnya menjadi momen bahagia justru menyisakan luka sosial dan beban finansial. Sementara dua keponakan saya yang menikah dalam kesederhanaan, justru tampak lebih damai, ringan, dan bahagia.

Makna yang Bergeser

Seperti pada tulisan-tulisan saya sebelumnya, fenomena baru seperti ini membuat saya merenung: barangkali, generasi sekarang sedang menulis ulang makna pernikahan.
Jika dulu pesta megah dianggap simbol kesuksesan keluarga, kini banyak anak muda memilih jalan sebaliknya: lebih intim, lebih jujur, dan lebih realistis.

Mereka tidak lagi merasa perlu membuktikan apa-apa lewat kemewahan. Mereka tahu, yang diuji bukan seberapa megah pesta, tapi seberapa kuat komitmen setelahnya.
Bagi mereka, pernikahan bukan soal gengsi sosial, melainkan langkah spiritual dan emosional untuk memulai hidup bersama dengan tenang.

Antara Realisme dan Simbolisme Baru

Generasi milenial dan Gen Z tumbuh di tengah tekanan ekonomi yang berbeda. Harga rumah melambung, biaya hidup meningkat, dan pekerjaan tak selalu pasti. Karena itu, mereka menata prioritas dengan lebih bijak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun