Lihat ke Halaman Asli

Seto Wicaksono

TERVERIFIKASI

Recruiter

Problematika, Tantangan, dan Komitmen bagi Mereka yang Menikah di Usia Muda

Diperbarui: 14 Januari 2020   12:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi momen pernikahan: Tumblr inline via Hipwee

Dengan segala problematikanya, saat ini, keputusan untuk menikah muda seperti pro dan kontra. Padahal jika dipikirkan kembali, menikah muda atau memiliki target menikah di usia tertentu menjadi pilihan seseorang yang tidak bisa dipaksakan.

Ada pemikiran, lebih tepatnya kekhawatiran, bahwa menikah muda beresiko belum matang atau siap secara mental.

Bagi saya, di usia berapa pun seseorang menikah, tetap akan dihadapkan dengan resiko yang sama. Saya juga menyadari dan perlu menegaskan bahwa menikah di usia terbilang muda tentu beda dengan menikah di usia belum cukup umur.

Saya belum betul-betul mengetahui, apakah menikah di usia 24 tahun termasuk kepada golongan menikah muda atau bukan, yang jelas tepat pada usia itu saya memberanikan diri untuk melakukan ijab-qabul dan meminang seorang wanita yang saya cintai.

Dengan segala pro kontra dan resikonya, tentu ada banyak komentar dari orang sekitar. Baik secara aktual, tepat sebelum dan sesudah menikah, pun jauh setelah menikah.

Sebelum menikah, saya dan pasangan sudah memperkirakan resiko yang nantinya akan kami hadapi. Beberapa diantaranya adalah, berkurangnya waktu berkumpul dan bermain bersama teman, karena kewajiban di rumah menemani pasangan tentu jauh lebih penting dibanding itu.

Awalnya, saya yang masih suka nongkrong bersama teman, bahkan hingga saat ini, tentu sulit beradaptasi. Namun, saya juga harus ingat dengan kewajiban harus menemani pasangan di rumah.

Sebetulnya, pasangan tidak pernah melarang jika saya ingin nongkrong atau bepergian bersama teman. Namun, sebagai seorang lelaki yang sudah semestinya memiliki tanggung jawab, ada perasaan tidak enak jika harus meninggalkan pasangan hanya untuk sekadar nongkrong.

Itu kenapa, beberapa suami, termasuk saya, dihadapkan kepada dua pilihan, ajak pasangan berkumpul bersama teman atau tetap berkumpul tapi dengan batas waktu tertentu.

Banyak dari teman saya justru malah memahami dan mempersilakan saya pulang lebih dulu karena pasangan sudah menunggu di rumah, tanpa mengatakan bahwa saya sudah tidak asik karena jarang berkumpul atau ketika berkumpul selalu pulang lebih dulu. Beruntung bagi saya memiliki teman yang paham akan kondisi yang saya jalani.

Saya sadar, tidak semua teman memiliki visi yang sama. Ada juga komentar dari seorang teman yang menyatakan bahwa saya sudah tidak asik karena sudah jarang nongkrong.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline