Lihat ke Halaman Asli

100 Hari Bupati & Wakil Bupati Tasikmalaya; Catatan Awal Politik, Komunikasi dan Harapan Publik

Diperbarui: 15 September 2025   08:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

gambar sumber : https://harianhalmahera.com

Seratus hari pertama sebuah pemerintahan selalu menarik perhatian publik. Meski bukan ukuran mutlak untuk menilai kinerja, 100 hari cukup memberi gambaran awal tentang arah kepemimpinan, soliditas politik, dan kualitas komunikasi seorang kepala daerah. Begitu pula dengan Bupati Tasikmalaya Cecep Nurul Yakin dan Wakil Bupati Asep Sopari Al-Ayubi, yang baru saja melewati fase ini.

Dalam politik, seratus hari sering disebut sebagai grace period atau masa bulan madu, ketika publik memberi ruang bagi pemimpin baru untuk menata langkah. Namun, dari sisi komunikasi politik, periode ini lebih tepat disebut uji kepercayaan publik. Masyarakat menilai bukan hanya hasil kebijakan, tetapi juga sinyal-sinyal awal yang ditunjukkan pemimpin, baik dalam komunikasi, transparansi, maupun kohesi politik.

Relasi Bupati dan Wakil Bupati: Kohesi yang Diuji

Salah satu catatan awal yang mencuat adalah hubungan antara Bupati dan Wakil Bupati. Beberapa pemberitaan media sempat menyinggung adanya kesan renggang antara Cecep dan Asep.

Bagi publik, relasi pemimpin dan wakilnya bukan sekadar persoalan personal, melainkan simbol stabilitas politik. Jika relasi ini tampak renggang, publik akan membaca adanya fragmentasi kepemimpinan. Padahal, di tingkat lokal, kekompakan simbolik sangat penting untuk menjaga legitimasi.

Kepemimpinan ganda harus ditampilkan sebagai satu kesatuan, karena di situlah masyarakat menaruh harapan akan soliditas dan konsistensi arah kebijakan.

Isu Publik dan Kepercayaan terhadap Kebijakan

Selain relasi internal, beberapa isu publik juga muncul dalam 100 hari pertama. Misalnya, soal "cut off", pelaporan pengusaha pengadaan hewan kurban ke polisi, hingga sorotan publik terhadap hubungan eksekutif--legislatif dalam konteks pokok-pokok pikiran (pokir).

Sekilas isu ini terlihat teknis, namun sebenarnya menyentuh aspek penting: policy trust atau kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan. Publik ingin melihat bahwa proses pengambilan kebijakan dilakukan secara transparan, adil, dan akuntabel.

Jika komunikasi tidak jelas, publik akan mudah membangun spekulasi. Dan di era keterbukaan informasi, spekulasi bisa cepat berkembang menjadi defisit kepercayaan.

Komunikasi Politik: Narasi dan Konsistensi

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline