Lihat ke Halaman Asli

Salmun Ndun

Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain

Meritokrasi di Birokrasi Atas Kehadiran TNI-Polri Menduduki Jabatan Sipil, Solusi atau Anomali?

Diperbarui: 14 Maret 2025   04:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Input gambar: instockphoto.com

MERITOKRASI DI BIROKRASI ATAS KEHADIRAN TNI-POLRI MENDUDUKI JABATAN SIPIL, SOLUSI ATAU ANOMALI?

*Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao

Input gambar: liputan6.com

Memahami Meritokrasi

Meritokrasi merupakan prinsip utama dalam birokrasi modern yang menekankan seleksi dan promosi berdasarkan kompetensi, kinerja, serta kapabilitas individu. Sistem ini bertujuan untuk menciptakan pemerintahan yang profesional, efisien, dan berorientasi pada kepentingan publik. Namun, dalam konteks Indonesia, sistem meritokrasi kerap menghadapi tantangan ketika menyangkut keterlibatan unsur militer dan kepolisian dalam jabatan sipil.  Seiring dengan kebijakan yang memungkinkan perwira aktif maupun purnawirawan TNI dan Polri menduduki posisi strategis di berbagai lembaga sipil, muncul perdebatan mengenai apakah hal ini merupakan solusi bagi peningkatan efektivitas birokrasi atau justru menjadi anomali yang bertentangan dengan semangat meritokrasi. Pemerintah beralasan bahwa penempatan TNI-Polri dalam jabatan sipil dapat memperkuat kepemimpinan, disiplin, serta ketegasan dalam pengelolaan pemerintahan. Namun, di sisi lain, banyak pihak yang menilai bahwa langkah ini dapat menghambat regenerasi pegawai sipil yang berkarier melalui jalur birokrasi konvensional, sehingga menciptakan ketimpangan dalam proses seleksi berbasis kompetensi.

Selain itu, masuknya unsur militer dan kepolisian dalam birokrasi sipil juga dikhawatirkan berpotensi memperlemah profesionalisme, mengaburkan batas antara ranah sipil dan militer, serta menimbulkan risiko politisasi institusi pemerintahan. Oleh karena itu, perdebatan mengenai keberadaan TNI-Polri dalam jabatan sipil harus dikaji secara mendalam, dengan mempertimbangkan keseimbangan antara kebutuhan negara, prinsip meritokrasi, serta dampaknya terhadap efektivitas birokrasi di Indonesia.

Sistem Meritokrasi dalam Birokrasi

Meritokrasi dalam birokrasi adalah sistem yang menekankan bahwa pengangkatan, promosi, dan penempatan pegawai harus didasarkan pada kemampuan, kompetensi, serta prestasi kerja, bukan pada faktor lain seperti kedekatan politik, hubungan keluarga, atau latar belakang institusi asal. Prinsip ini bertujuan untuk menciptakan birokrasi yang profesional, efisien, dan akuntabel dalam melayani kepentingan publik.

Dalam sistem meritokrasi yang ideal, setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk meraih posisi strategis asalkan mereka memenuhi standar yang telah ditetapkan, baik dari segi pendidikan, pengalaman, maupun keterampilan yang relevan dengan jabatan yang dilamar. Dengan demikian, meritokrasi dapat mencegah praktik nepotisme, kolusi, dan politik balas budi yang kerap menjadi hambatan dalam menciptakan birokrasi yang bersih dan efektif.

Di Indonesia, penerapan meritokrasi dalam birokrasi masih menghadapi berbagai tantangan, salah satunya adalah adanya kebijakan yang membuka peluang bagi perwira aktif maupun purnawirawan TNI dan Polri untuk menduduki jabatan sipil. Kebijakan ini memunculkan perdebatan karena di satu sisi, pemerintah beralasan bahwa kehadiran personel militer dan kepolisian dalam birokrasi dapat membawa disiplin, loyalitas, serta kepemimpinan yang kuat. Namun, di sisi lain, banyak pihak menilai bahwa hal ini justru dapat menghambat perkembangan aparatur sipil negara (ASN) yang telah meniti karier dari bawah melalui jalur meritokrasi.

Selain itu, meritokrasi dalam birokrasi tidak hanya berkaitan dengan mekanisme seleksi dan promosi, tetapi juga dengan bagaimana suatu sistem memberikan penghargaan dan insentif kepada individu yang memiliki kinerja terbaik. Tanpa meritokrasi yang kuat, birokrasi dapat menjadi tempat di mana individu yang kurang kompeten menduduki posisi strategis hanya karena afiliasi politik atau hubungan dengan penguasa. Akibatnya, kualitas pelayanan publik bisa menurun, dan kebijakan yang dihasilkan tidak sepenuhnya berbasis pada kepentingan masyarakat.

Oleh karena itu, sistem meritokrasi harus terus diperkuat melalui mekanisme rekrutmen dan promosi yang transparan, berbasis pada kompetensi yang terukur, serta diawasi oleh lembaga independen untuk mencegah intervensi politik atau kepentingan kelompok tertentu. Dengan demikian, birokrasi dapat berfungsi sebagaimana mestinya, yang menjadi pilar utama dalam pemerintahan yang profesional dan efektif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline