Presiden Republik Indonesia ke-4, K.H. Abdulrachman Wahid atau yang popular dengan nama Gus Dur adalah presiden Indonesia pertama sejak orde baru yang mengusulkan ide objektivitas sejarah ketika ia menggulirkan wacana pencabutan TAP MPRS XXV Tahun 1966. Gus Dur mengusulkan pencabutan Ketatapan Majelis tentang pembubaran PKI dan pernyataan pelarangan pengembangan ide Marxisme itu karena dianggapnya telah usang alias out of date.
Argumen Gus Dur saat itu tidak terbaca secara utuh karena gelombang protes atas usulannya telah lebih dahulu naik melebihi keinginan luhurnya. Dari media massa sedikitnya dapat diketahui tiga alasan objektif Gus Dur. Pertama, bahwa konsep-konsep Marxisme telah dipelajari terbuka di lingkungan perguruan tinggi. Kedua, era komunis telah berakhir seiring berakhirnya negara Uni Sofiet di ujung babak perang dingin. Ketiga, dendam sejarah masa lalu harus disingkirkan demi menata kehidupan Indonesia yang lebih baik ke depan.
Tidak Semua Orang Berani Berubah
Sepanjang bulan April 2000, Presiden Gus Dur menerima banyak sekali tekanan dari kelompok-kelompok yang menantang usulannya. MUI dalam rapat pleno 21 Maret 2000 secara tegas menantang wacana yang digulirkan presiden. Hartono Mardjono, anggota DPR dari Partai Bulan Bintang menyatakan akan meminta MPR menggelar sidang istimewa jika Gus Dur mencabut TAP MPRS XXV/1966. Partai Bulan Bintang juga menyatakan ketidaksetujuan mereka atas usul Gus Dur. Demikian halnya dengan FUII yang menggelar aksi massa sepanjang jalan Merdeka Utara.
Meski demikian, dukungan atas ide Gus Dur juga mengalir. Banyak kalangan generasi muda yang mendukung wacana presiden Gus Dur. Demikian pula dukungan yang datang dari aktivis gerakan hak asasai manusia dan lingkungan perguruan tinggi.
Kontroversi pencabutan TAP MPRS XXV/1966 berakhir bersamaan dengan berakhirnya kepemimpinan presiden Gus Dur. Pada rapat fraksi komisi B DPR RI hari Minggu 3 Agustus 2003, semua fraksi sepakat tidak mencabut TAP MPRS XXV/1966. Fraksi TNI/Polri berpendapat, pemikiran untuk mencabut atau mempertahankan ketetapan majelis itu selayaknya ditempatkan dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia dan UUD 1945.
Dalam sidang tahunan MPR 2003, ketua MPR Amien Rais menandaskan bahwa MPR telah mencapai keputusan untuk tetap mempertahankan TAP MPRS XXV/1966. Keputusan ini sekaligus merupakan penetapan MPR atas ketetapan MPRS yang terdahulu.
Tetapi lepas dari semua bentuk formalisme hukum lembaga negara, wacana Gus Dur terasa seperti“rain from heaven”.Dari pernyataannya yang bernada seloroh menanggapi serangan para penantangnya, kejernihan ide Gus Dur dapat dibaca seperti : “Lha wong Gusti Allah saja kasihan kepada mereka (PKI)? Kenapa ini masih ada pandangan sempit seperti itu?”
Humanisme Gus Dur adalah alasan paling jelas mengapa ia melontarkan gagasan pencabutan TAP MPRS XXV/1966. Latar belakangnya sebagai mantan ketua umum Nahdathul Ulama yang pernah menerima tekanan dan perlakuan buruk negaraorde baru serta posisinya selaku tokoh aktivis keagamaan dan hak asasi manusia merupakan faktor-faktor yang saling menjalin sebagai inti pelita hatinya manakala ia menggagas ide pencabutan TAP MPRS XXV/1966 dari posisinya selaku presiden Republik Indonesia.
Dalam tindakan ini, Gus Dur adalah figur seorang negarawan. Ia tidak sekedar presiden yang merupakan lambang kekuatan politik mereka yang mendukungnya dan penaklukan atas kekuatan politik mereka yang menolaknya. Tetapi lebih daripada itu, ia berbicara mewakili mereka yang sama sekali tidak memiliki hak untuk menyatakan mendukung atau menolaknya. Mereka yang ada ditumpukan sampah sejarah namun masih hidup, menghirup udara, beranak pinak, dan menghormat pada bendera Merah Putih.
Isi TAP MPRS XXV Tahun 1966
Dengan maksud mendapatkan keterangan yang utuh tentang tema yang dibicarakan, Ketetapan MPRS XXV/1966 akan ditampilkan secara utuh dalam sub bab ini. Adapun isi ketetapan itu diangkat secara utuh dari lampiran buku putih Gerakan 30 September terbitan Sekretariat Negara RI, 1994. Secara lengkap naskah dimaksud dapat dilihat dibawah ini.
MADJELIS PERMUSJAWARATAN RAKJAT SEMENTARA
REPUBLIK INDONESIA
KETETAPAN
MADJELIS PERMUSJAWARATAN RAKJAT SEMENTARA
REPUBLIK INDONESIA
NO: XXV/MPRS/1966
TENTANG
PEMBUBARAN PARTAI KOMUNIS INDONESIA, PERNJATAAN
SEBAGAI ORGANISASI TERLARANG, DISELURUH WILAJAH
NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAGI PARTAI KOMUNIS
INDONESIA DAN LARANGAN SETIAP KEGIATAN UNTUK
MENJEBARKAN ATAU MENGEMBANGKAN PAHAM ATAU
ADJARAN KOMUNIS/MARXISME-LENINISME
DENGAN RAHMAT TUHAN JANG MAHA ESA
MADJELIS PERMUSJAWARATAN RAKJAT SEMENTARA
REPUBLIKINDONESIA
Menimbang :
a.Bahwa paham atau adjaran Komunisme/Marxisme-Leninisme pada inti-hakikatnja bertentangan dengan Pancasila.
b.Bahwa orang-orang dan golongan-golongan di Indonesia jang menganut paham atau adjaran Komunisme/Marxisme-Leninisme, chususnja Partai Komunis Indonesia, dalam sedjarah Kemerdekaan Republik Indonesia telah njata-njata terbukti beberapa kali berusaha merobohkan kekuasaan Pemerintah Republik Indonesia jang sah dengan djalan kekerasan;
c.Bahwa berhubung dengan itu, perlu mengambil tindakan tegas terhadap Partai Komunis Indonesia dan terhadap kegiatan-kegiatan jang menjebarkan atau mengembangkan paham atau adjaran Komunisme/Marxisme-Leninisme:
Mengingat : Undang-Undang Dasar 1945 pasal 1 ajat (2) dan Pasal 2 ajat (3).
Mendengar: Permusjawaratandalamrapat-rapatMPRSdaritanggal20Djunisampai 5 Djuli 1966.
MEMUTUSKAN
Menetapkan: KETETAPAN TENTANG PEMBUBARAN PARTAI KOMUNIS INDONESIA, PERNJATAAN SEBAGAI ORGANISASI TERLARANG DISELURUH WILAJAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN LARANGAN SETIAP KEGIATAN UNTUK MENJEBARKAN ATAU MENGEMBANGKAN PAHAM ATAU ADJARAN KOMUNISME/MARXISME-LENINISME.
Pasal 1
Menerima baik dan menguatkan kebidjaksanaan Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Bersendjata Republik Indonesia/Pemimpin Besar Revolusi/ Mandataris Madjelis Permusjawaratan Rakjat Sementara, berupa pembubaran Partai Komunis Indonesia, termasuk semua bagian organisasinja dari tingkat pusat sampai ke daerah beserta semua organisasi jang seasas/berlindung/bernaung dibawahnja dan pernjataan sebagai organisasi terlarang diseluruh wilajah kekuasaan Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia, jang dituangkan dalam keputusannja tanggal 12 Maret 1966 No.1/3/1966 dan meningkatkan kebidjaksanaan tersebut di atas menjadi Ketetapan MPRS.
Pasal 2
Setiap kegiatan di Indonesia untuk menjebarkan atau mengembangkan paham atau adjaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan manifestasinja, dan penggunaan segala matjam aparatur serta media bagi penjebaran atau pengembangan paham atau adjaran tersebut, dilarang.
Pasal 3
Chususnja mengenai kegiatan mempeladjari setjara ilmiah, seperti pada Universitas-universitas, paham Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam rangka mengamankan Pantjasila, dapat dilakukan setjara terpimpin, dengan ketentuan bahwa pemerintah dan DPR-GR diharuskan mengadakan perundang-undangan untuk pengamanan.
Pasal 4
Ketentuan-ketentuan diatas tidak mempengaruhi landasan dan sifat bebas aktif politik luar negeri Republik Indonesia.
Ditetapkan di Djakarta
Pada tanggal 5 Djuli 1966
MADJELIS PERMUSJAWARATAN RAKJAT SEMENTARA
REPUBLIK INDONESIA
Ketua
ttd
(Dr.A.H.Nasution)
Djenderal TNI
Wakil Ketua
Wakil Ketua
ttd
ttd
(Osa Maliki)
(H.M.Subchan Z.E)
Wakil Ketua
Wakil Ketua
ttd