Lihat ke Halaman Asli

Jathilan: Warisan Budaya Takbenda yang Harus Dilestarikan

Diperbarui: 25 April 2025   10:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Foto Jathilan atau Kuda Lumping (Sumber:https://images.app.goo.gl/JZ1uXgA8VgzahuyR7))

Indonesia kaya akan seni dan budaya tradisional yang masih bertahan di tengah gempuran zaman modern. Salah satunya adalah Jathilan, sebuah kesenian tari rakyat yang berasal dari Jawa, khususnya Yogyakarta dan sekitarnya. Meski telah ada sejak lama, Jathilan tetap menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat lokal maupun wisatawan. Lebih dari sekadar tontonan, Jathilan adalah wujud nyata dari perpaduan antara budaya, spiritualitas, dan solidaritas yang kuat.

Apa Itu Jathilan?

Jathilan, atau sering juga disebut kuda lumping, merupakan pertunjukan tari tradisional yang menggambarkan barisan prajurit berkuda. Para penari menggunakan properti berbentuk kuda dari anyaman bambu atau kulit, yang dihias menyerupai kuda sungguhan. Tarian ini dibawakan secara bersemangat dengan iringan musik gamelan yang dinamis, seperti kendang, gong, kenong, dan angklung.

Salah satu ciri khas Jathilan adalah elemen sihir atau supranatural yang muncul saat para penari mengalami trance atau kesurupan. Dalam kondisi ini, para penari bisa melakukan hal-hal ekstrem, seperti makan kaca, berjalan di atas bara api, atau menunjukkan kekuatan luar biasa. Momen ini biasanya menjadi bagian yang paling ditunggu oleh penonton.

Asal Usul dan Filosofi

Asal usul Jathilan masih menjadi perdebatan. Beberapa ahli menyebut Jathilan sudah ada sejak zaman kerajaan Mataram Kuno dan digunakan sebagai bagian dari ritual pelatihan prajurit. Ada pula yang menyebut kesenian ini berkembang dari cerita perjuangan Raden Patah dan Sunan Kalijaga melawan penjajah. Meski berbeda versi, keduanya sepakat bahwa Jathilan merupakan simbol dari keberanian, loyalitas, dan kekuatan batin.

Secara filosofis, Jathilan mencerminkan nilai-nilai kolektivitas masyarakat Jawa. Tidak ada penari utama dalam Jathilan---semua bergerak secara harmonis, menunjukkan bahwa kekompakan dan kebersamaan lebih penting daripada keunggulan individu.

Unsur Spiritual dan Trance

Salah satu hal yang membuat Jathilan begitu menarik adalah adanya unsur spiritual dalam pertunjukannya. Ketika seorang penari masuk ke dalam kondisi trance atau kesurupan, diyakini bahwa mereka sedang "dirasuki" oleh roh leluhur atau makhluk halus yang membantu pertunjukan. Untuk mengendalikan situasi, biasanya hadir seorang pawang atau dukun yang bertugas menjaga jalannya pertunjukan agar tetap aman dan terkendali.

Meski terdengar menyeramkan, bagian trance ini dipercaya sebagai bentuk komunikasi antara manusia dan dunia gaib, yang sudah menjadi bagian dari tradisi spiritual masyarakat Jawa sejak lama. Namun, dalam banyak pertunjukan modern, unsur ini mulai dikurangi demi menjaga kenyamanan dan keamanan penonton.

Jathilan di Era Modern

Di tengah perkembangan zaman, Jathilan tidak kehilangan pesonanya. Justru banyak kelompok seni yang mencoba memodernisasi tampilan Jathilan tanpa menghilangkan nilai tradisionalnya. Beberapa di antaranya menambahkan unsur visual modern, pencahayaan panggung, bahkan menggabungkan musik elektronik untuk menarik generasi muda.

Pemerintah daerah dan lembaga kebudayaan juga ikut berperan dalam melestarikan kesenian ini. Di Yogyakarta, misalnya, Jathilan telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Banyak festival dan pertunjukan rutin yang menampilkan Jathilan, baik dalam acara adat, hajatan, maupun pertunjukan pariwisata.

Jathilan bukan sekadar tarian. Ia adalah cerita hidup tentang perjuangan, spiritualitas, dan kebudayaan yang diwariskan dari generasi ke generasi. Di balik irama gamelan dan gerak lincah para penari, tersimpan filosofi mendalam tentang manusia, alam, dan dunia yang tak kasat mata. Kesenian ini adalah warisan yang harus dijaga, bukan hanya karena nilai seninya, tetapi juga karena jati diri dan sejarah yang melekat padanya. Menyaksikan Jathilan bukan hanya soal hiburan, tetapi juga menyelami nilai-nilai lokal yang mengajarkan kita untuk hidup selaras dengan sesama dan alam semesta.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline