Pada tanggal 31 Agustus 2025, Presiden Republik Indonesia ke-8, Prabowo Subianto, menggelar pertemuan di Istana Merdeka bersama sejumlah pimpinan negara dan ketua partai politik. Pertemuan ini diliput secara terbuka oleh media, sebagai bentuk transparansi agar seluruh rakyat Indonesia dapat mengetahui agenda yang dibahas.
Fokus utama pertemuan tersebut adalah membahas perkembangan situasi nasional, khususnya terkait dua isu penting:
1. Kebebasan menyampaikan pendapat bagi masyarakat.
2. Kasus pembunuhan seorang pengemudi ojek online akibat kelalaian aparat keamanan.
Terkait kasus pembunuhan, Presiden menegaskan bahwa proses hukum harus dilakukan secara cepat, transparan, dan terbuka agar publik dapat mengawasinya. Sementara itu, mengenai kebebasan berpendapat, beliau menekankan bahwa penyampaian aspirasi dijamin oleh konstitusi dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998, selama dilakukan secara damai. Namun, aksi yang bersifat anarkis, merusak fasilitas umum, atau mengancam keselamatan warga, tetap akan ditindak sesuai hukum.
Dalam forum tersebut, Presiden juga menyampaikan bahwa para pimpinan DPR RI menyampaikan akan dilakukan pencabutan beberapa kebijakan DPR RI. Diantaranya:
1. Pencabutan sebagian kebijakan DPR, termasuk peninjauan kembali besaran tunjangan anggota DPR.
2. Pemberlakuan moratorium kunjungan kerja ke luar negeri bagi anggota DPR.
Selain itu, beberapa ketua umum partai menyatakan akan mengambil langkah tegas terhadap kader yang dianggap menyampaikan pernyataan keliru atau tidak sesuai dengan aspirasi publik.
Dari rangkaian pernyataan tersebut, penulis menilai bahwa langkah yang diputuskan pimpinan DPR RI belum menyentuh akar persoalan yang sesungguhnya. Perhatian DPR masih terfokus pada isu-isu administratif, seperti tunjangan dan kunjungan kerja, yang meskipun penting, tidak cukup signifikan dalam menjawab keresahan masyarakat.