Lihat ke Halaman Asli

Ja Limbat

Diperbarui: 24 Agustus 2019   12:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber ilustrasi: pixabay

Baca juga : 1,2,3,4,5,6

Mata Ja Limbat kagum melihat hotel megah itu. Sampai pegal lehernya mendongak ke atas. Tinggi sekali Mak Jang, batin Ja Limbat. "T-i-a-r-a." Dia mengeja nama itu sambil tertawa. "Mantap sekali. Sama dengan nama kau. Cantiknya juga sama. Tak percuma aku ke Medan." Dia sikut perempuan itu, hingga hampir terjatuh. Sigap dia pegang pinggang rampingnya. Manik mata mereka saling beradu. Perempuan itu terpana. Ja Limbat membuang pandang. Tak boleh yang beginian. Ja Limbat langsung melepaskan tubuh perempuan itu. Untung tak jerembab ke tanah. Perempuan itu sigap memegang pohon kayu akasia, tempat mereka bersandar.

"Maafkan aku, Tiara. Aku sudah tak berlaku sopan. Kata guru ngajiku, kalau bukan muhrim, tak boleh berdekatan. Kita juga berdua-duaan di bawah pokok kayu ini. Bahaya, ada yang ketiga." Ja Limbat bergegas masuk ke dalam hotel itu.

"Yang ketiga siapa? Di sini tak ada orang," teriak Tiara sambil berlari kecil di belakang Ja Limbat.

"Yang ketiga adalah setan," jawab kawan kita ini dengan tenang. Dan tanpa sadar, Tiara memeluk punggung Ja Limbat karena ketakutan. Lalu, meminta maaf berkali-kali.

Ja Limbat mengelus dada. Antara merasa berdosa dan mendapat rejeki nomplok. Di Tor Siojo, orang yang paling cantik, yang diincar pemuda, hingga duda, yang belum punya istri, hingga yang kawin tiga kali, adalah si butet. Ah, masih kalah jauh dari Tiara. Ibarat emas dua puluh empat karat dan kuningan.

Tiara ini adalah anak kawan Ja Sulaiman yang akan melakukan acara pernikahan itu. Maksudku bukan kawan Ja Sulaiman yang akan menikah, tapi dia adik dari perempuan yang akan menikah itu, dan kawan Ja Sulaiman adalah bapaknya. Aduh, pening pun kepalaku. Baik kita kembali ke cerita semula.

Ciyee, eh apakah tahun 1983 sudah ada istilah ciyee-ciyee. Anggap sajalah sudah ada. Ibarat Film India, mereka adalah Sridevi dan Mithun Cakarbortu,eh, salah, Chakraborty.

Tiara sendiri heran kenapa dia senang kepada Ja Limbat. Padahal lelaki yang lebih tampan dari dia, bertabur di USU. Lelaki yang mengejar-ngejar Tiara tak terhitung dengan jari tangan dan kaki. Apa yang menarik dari Ja Limbat? Apakah karena kepolosannya? Dia membuang pandang. Papanya, Sukat Saksuat, mendekat. Dia tertawa senang. "Nah, untung kau di sini, Ja Limbat. Kau gantikan dulu petugas pagar bagus. Kurang satu, karena petugasnya tiba-tiba sakit. Mau, kan?"

Ja Limbat kelabakan. Tapi, ibu setengah baya langsung menariknya ke kamar rias. Apa-apaan ini? Ja Limbat dikenakan pakaian teluk belanga warna kuning dan diberikan sebuah tombak. Begitu sudah siap, dia digabungkan dengan barisan pagar bagus, lalu mengiringi pengantin hingga duduk di pelaminan. Akan hal Ja Limbat, kasak-kusuk hatinya. Gatal nian teluk belanga itu. Licin pula. Dia berjalan mengikuti iring-iringan pagar bagus. Dia membalas senyuman para tamu yang tersenyum kepadanya. Senyum adalah ibadah. Ramah-ramah pula orang Medan ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline