Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Humor

Ja Limbat

10 Agustus 2019   09:55 Diperbarui: 10 Agustus 2019   10:10 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : pixabay

Baca juga : 1, 2

Sebenarnya Ja Limbat ingin tidur lebih cepat malam ini. Tapi, karena tawaran sepiring nasi goreng dari Alisutan di lopo (pen; lepau) Mak Anigusti, membuatnya menangguhkan rencana itu. Saat kenyang dan perut keras, tibalah masalah. 

Alisutan yang malam itu berbaik hati , rupanya ada maksud. Kalau bukan ada berada, mana mungkin tempua bersarang rendah, batin Ja Limbat merutuk. Alisutan dan Cakdan memang berencana markusip (pen, berpacaran dengan berbisik)  ke rumah Pikek. 

Inilah pekerjaan yang tidak disukai Ja Limbat. Daripada markusip, lebih enak tidur atau mendengar radio kemerosok di Lopo Sapangkek (pen; lopo sebaya).

"Bagaimana dengan nasi goreng?" Alisutan pura-pura tak melihat wajah Ja Limbat yang bersungut-sungut. Ditodong masalah nasi goreng, Ja Limbat akhirnya tak enak hati. Mereka berangkat ke Simandolam menaiki kareta (pen; sepeda motor) Binter berbonceng tiga. 

Selain berat membawa mereka bertiga, Binter itu ngos-ngosan melalui jalanan menanjak. Hasilnya dapat ditebak, Binter menyerah. Tinggal mereka bertiga yang harus berganti-gantian mendorong Binter. Wangi mandom yang lima bungkus hilanglah sudah. 

Bau badan Alisutan dan Cakdan, menjadi bau bandot. Akan hal Ja Limbat memang setia dengan bau bandot, kecuali ketika pergi acara pesta-pesta. Rambut yang licin rapi, lalat pun bisa tergelincir, kacau sudah. Wajah dan rambut mereka bertiga acak-acakan.

"Masih jauhkah? Mantra nasi goreng sudah hilang. Perutku minta diisi lagi," keluh Ja Limbat.

"Sabarlah! Tinggal tiga tanjakan lagi kita sudah sampai di rumah Pikek. Kau qodholah lapar kau tuh. Besok bolehlah makan pecal kenyang-kenyang di Lopo Sapangkek." Cakdan menenangkan perut Ja Limbat.

Tak lebih setengah jam, sampailah mereka di dekat rumah Pikek. Cakdan berbaik hati menyuruh Alisutan yang dulu mangkusip Pikek. Bila, Pikek menolak cinta Alisutan, barulah Cakdan yang maju. Sementara Ja Limbat biarlah tidur di dekat pondok pinggir jalan. Sekalian menjaga Binter agar tak dibawa babi hutan.

Seperti sudah dijanjikan sepekan lalu kepada Pikek, Alisutan membuat kode kokok ayam, pertanda dia sudah datang. Bersenjatakan sebatang lidi, dia masuk ke kolong rumah Pikek. Dia menebak-nebak di mana kamar Pikek. Melihat masih ada teplok yang menyala, tak salah lagi itulah kamar perempuan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun