Latar Belakang dan Keluarga:
Abdul Kahar Mudzakkir merupakan salah satu tokoh penting dalam perkembangan pendidikan Islam dan perjuangan kemerdekaan di Indonesia. Lahir pada 16 April 1907 di Gading, Yogyakarta, latar belakang keluarganya sangat berpengaruh dalam pembentukan pribadi dan perjuangannya. Ayahnya, Haji Mudzakkir, adalah seorang pedagang yang dihormati di Kotagede, sedangkan ibunya merupakan putri satu-satunya dari lima bersaudara Haji Mukmin, yang keluarganya kental dengan tradisi keagamaan dan pergerakan Islam. Salah satu paman ibunya, Haji Masyhudi, adalah tokoh yang ikut mendirikan organisasi Muhammadiyah di Kotagede, sebuah organisasi Islam modern yang berpengaruh kuat dalam pendidikan dan sosial keagamaan di Indonesia. Selain itu, Abdul Kahar Mudzakkir juga merupakan cicit dari Kyai Hasan Bashari, seorang guru agama terkenal dan komandan laskar Pangeran Diponegoro dalam perang melawan kolonial Belanda pada tahun 1825-1830. Warisan keluarga yang religius dan perjuangan dalam sejarah tersebut membentuk karakter Abdul Kahar menjadi pribadi yang tekun, taat beragama, dan berorientasi pada kemajuan bangsa melalui pendidikan.
Sekolah dan Pendidikan:
Pendidikan menjadi fokus utama dalam perjalanan hidup Abdul Kahar Mudzakkir. Ia memulai pendidikan formalnya di Sekolah Dasar Muhammadiyah Selokraman Kotagede, meskipun hanya sampai kelas dua, kemudian diteruskan dengan belajar di pesantren-pesantren tradisional yang terkenal, yakni Pesantren Mambaul Ulum dan Pesantren Jamsaren di Solo. Ia melanjutkan pendidikan di Pesantren Tremas yang terletak di Pacitan, Jawa Timur, di mana ia mendalami ilmu agama dan tradisi keislaman secara intensif.
Pada usia 16 tahun, tepatnya tahun 1925, ia berangkat ke Mesir untuk menimba ilmu di Universitas Fuad (sekarang Universitas Kairo), salah satu universitas tertua dan paling bergengsi di dunia Islam. Selama sekitar 13 tahun di sana, Abdul Kahar tidak hanya mendalami bidang hukum Islam, ilmu pendidikan (pedagogi), bahasa Arab, dan bahasa Ibrani, tetapi juga aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan dan pergerakan pemuda Islam. Ia turut mendirikan Perhimpunan Indonesia, yang menjadi wadah berkumpul dan berdiskusi para pelajar Indonesia di luar negeri, sekaligus memperkuat semangat nasionalisme dan persatuan umat Islam. Selain aktif berorganisasi, ia juga mengunjungi tanah suci untuk menunaikan ibadah haji dan mewakili Asia Tenggara dalam Muktamar Islam Internasional di Palestina, menunjukkan keterlibatannya yang luas dalam dunia Islam internasional. Pendidikan yang tinggi dan pengalaman internasional ini sangat berpengaruh pada visi dan kiprahnya ke depan, dan pada tahun 1936 ia menyelesaikan studinya dengan gelar sarjana dalam bidang yang ditekuni.
Karir dan Pencapaian:
Setelah kembali ke Indonesia, karir Abdul Kahar Mudzakkir sangat berpengaruh dalam bidang pendidikan Islam dan pergerakan nasional. Ia dipercaya sebagai rektor pertama Universitas Islam Indonesia (UII), khususnya sejak lembaga itu berdiri sebagai Sekolah Tinggi Islam (STI) di Yogyakarta. Ia menjalankan tugas sebagai rektor untuk dua periode, dari 1945 hingga 1948 dan dari 1948 hingga 1960, masa-masa di mana Indonesia baru merdeka dan sedang membangun fondasi pendidikan yang kokoh. Selain berkiprah di dunia akademik, Abdul Kahar juga aktif dalam dunia politik dan keagamaan. Ia menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yang berperan penting dalam merancang dan merumuskan dasar-dasar kemerdekaan Indonesia, termasuk Pancasila sebagai dasar negara. Keikutsertaannya dalam organisasi Muhammadiyah dan berbagai gerakan pemuda Islam mencerminkan perjuangan beliau dalam mengembangkan pendidikan Islam dan membentuk karakter bangsa yang religius dan progresif. Ia juga terlibat secara langsung dalam pendirian dan pengelolaan institusi pendidikan Islam yang berkontribusi besar bagi kemajuan umat Islam di tanah air.
Abdul Kahar Mudzakkir wafat pada 2 Desember 1973, meninggalkan warisan perjuangan yang sangat besar dalam bidang pendidikan dan kemerdekaan. Atas jasanya yang luar biasa dalam membangun bangsa dan memperkuat pendidikan Islam di Indonesia, pemerintah memberikan anugerah gelar pahlawan nasional pada 8 November 2019 melalui Keputusan Presiden Nomor 120/TK/Tahun 2019. Pengakuan tersebut menjadi penghormatan atas dedikasi dan pengabdian beliau yang telah menjadi inspirasi bagi generasi penerus dalam memperjuangkan kemajuan umat dan bangsa Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI