Fenomena guru yang jarang hadir di lokasi mengajar di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal), namun tetap menuntut haknya seperti gaji, Tunjangan Profesi Guru (TPG), dan tunjangan daerah terpencil, adalah isu kompleks yang memotret tantangan besar dalam sistem pendidikan di Indonesia.
Baru-baru ini tiga orang guru 3T yang mengajar di salah satu SD di Kecamatan Simbuang, Kabupaten Tana Toraja tidak terbayarkan Tunjangan Profesi (TPG) dan tunjangan daerah terpencil mereka selama satu semester karena terindikasi jarang masuk mengajar.
Akibat tidak terbayarkannya tunjangan dengan besaran sekitar 30 juta rupiah per guru tersebut kemudian menuai demonstrasi dari beberapa elemen mahasiswa di kantor DPRD Kabupaten Tana Toraja.
Berawal dari demonstrasi mahasiswa inilah kemudian DPRD Kabupaten Tana Toraja memfasilitasi komunikasi antara tiga orang yang tak terbayar tunjangannya, kepala sekolah dan Dinas Pendidikan Kabupaten Tana Toraja. Dalam rapat dengar pendapat tersebut terungkap bahwa kepala sekolah melaporkan tiga gurunya yang terindikasi jarang masuk mengajar.
Laporan dan permintaan singkat kepala sekolah tersebut disampaikan lewat telepon dan pesan WhatsApp kepada operator tunjangan di Dinas Pendidikan. Tanpa pikir panjang, operator tunjangan menghentikan tunjangan untuk tiga guru tersebut. Padahal, seyogyanya ada pembinaan, teguran dan peringatan secara tertulis dilakukan oleh kepala sekolah yang diketahui oleh pengawas sekolah dan Kepala Dinas Pendidikan.
Terkuak pula fakta dalam rapat dengar pendapat bahwa kepala sekolah pun jarang datang di sekolah. Di sini, jelas tergambar masalah besar di sekolah-sekolah terpencil. Masalah pelayanan di sekolah 3T ini mungkin tidak hanya terjadi di Kabupaten Tana Toraja.
Sebenarnya, apa yang dilaporkan kepala sekolah tentang gurunya dan laporan guru tentang kepala sekolahnya adalah kondisi yang banyak terjadi di sekolah-sekolah yang ada di Kecamatan Simbuang dan Kecamatan Mappak. Saya saksikan sendiri beberapa kali ketika melakukan pendampingan ke Calon Guru Penggerak di tahun 2023-2024. Kadang hanya ada satu guru di SD dan SMP, termasuk SMA. Kebanyakan guru PNS/ASN PPPK pendatang dan honorer yang ada di sekolah. Sementara kepala sekolah pun sangat jarang turun ke sekolah. Bayangkan ada kepala sekolah yang sampai hampir setahun tidak ada di lokasi.
Kondisi ini memang sangat dilematis. Warga lokal banyak menuntut kualitas pendidikan, pengangkatan guru dari warga setempat dan dan pembayaran tunjangan terpencil; tetapi fakta di lapangan justru warga lokal yang jarang menginjak sekolah. Justru mereka lebih banyak berada di ibu kota kabupaten. Sungguh miris ketika yang rajin masuk kelas adalah para guru pendatang.
Terkait guru yang jarang masuk kelas di daerah 3T, tentunya terkait dengan integritas. Minimnya integritas ini bisa dilihat dari beberapa sudut pandang.
Tanggung jawab utama seorang guru adalah mendidik dan membimbing siswa. Ketika guru tidak hadir di sekolah, kegiatan belajar mengajar menjadi terganggu bahkan terhenti. Ini secara langsung merugikan siswa, terutama mereka yang sangat bergantung pada kehadiran guru untuk mendapatkan ilmu. Kualitas pendidikan menjadi menurun drastis, dan cita-cita untuk mencerdaskan anak bangsa di daerah terpencil menjadi semakin jauh dari kenyataan.