Lihat ke Halaman Asli

Nana Marcecilia

TERVERIFIKASI

Menikmati berjalannya waktu

KPI Masih Belum Siap Mengawasi Media Sosial

Diperbarui: 14 Agustus 2019   16:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : Espospedia.solopos.com

Petisi untuk menolak KPI mengawasi Facebook, YouTube dan Netflix telah ditandatangani warganet sekitar 75.ooo orang. Dan terakhir saya melihat di Change.org, warganet yang berpartisipasi dalam petisi tersebut sudah memiliki 77.000 pendukung. 

Dalam petisi tersebut menyebutkan bahwa rencana pengawasan KPI bermasalah karena alasan pertama, dalam UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002, tujuan berdirinya KPI adalah mengawasi siaran televisi dan radio yang menggunakan frekuensi publik. Alasan kedua, KPI tidak berwenang untuk melakukan sensor terhadap sebuah tayangan dan melarangnya. 

Ketiga, Netflix dan YouTube menjadi alternatif tontonan masyarakat karena kinerja KPI buruk dalam mengawasi tayangan televisi, itu terlihat dari KPI tidak pernah menindak tegas televisi yang menayangkan sinetron dengan adegan konyol dan tidak mendidik, talkshow yang penuh sandiwara dan sensasional, serta komedi yang berguyon kasar dan seksis. Keempat, masyarakat membayar untuk mengakses Netflix, dengan begitu KPI tidak perlu mencampuri terlalu dalam pilihan personal warga negaranya.

Saya sendiri sebagai salah satu warganet yang ikut menandatangani petisi tersebut, dikarenakan saya merasa lembaga KPI yang bertugas mengawasi penyiaran Indonesia belum mampu memilah mana konten yang sebenarnya pantas ditayangkan dan tidak.

Dalam website KPI tertulis bahwa visinya adalah mewujudkan sistem penyiaran nasional yang berkeadilan dan bermartabat untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat. 

Ditambah informasi yang saya baca dari Wikipedia, bahwa KPI merupakan lembaga independen yang tugasnya mengawai media penyiaran agar bisa memberikan pelayanan informasi publik yang sehat. Lembaga ini juga memegang dua prinsip yang sudah diatur dalam UU Penyaran Nomor 32 Tahun 2002, yakni prinsip keberagaman isi dan prinsip keberagaman kepemilikan.

Prinsip keberagaman isi, yakni KPI Menjamin adanya keberagaman jenis maupun isi program. Dan prinsip keberagaman kepemilikan, KPI harus bisa menjamin bahwa media penyiaran tidak mendapatkan intervensi dari kepentingan pemilik modal maupun kepentingan kekuasaan. 

Sistem siaran berjaringan pun dilakukan agar tidak terjadi monopoli informasi, tujuannya untuk merangsang pertumbuhan ekonomi daerah dan menjamin masyarakat mendaparkan informasi sesuai dengan kebutuhan politik, sosial dan budayanya.

Dari keterangan diatas, menurut saya, belum semua hal sudah tuntas dikerjakan oleh KPI sebagai lembaga independen penyiaran Indonesia. Walaupun peringatan dan sanksi telah diberikan oleh KPI kepada sejumlah tayangan talkshow, sinetron, infotainment yang kontennya cukup meresahkan, namun tidak mengurangi kualitas tayangan tersebut, bahkan peringatan dan sanksi seperti dianggap angin lalu belaka.

Contohnya Pesbukers, yang kerap mendapatkan protes dari sejumlah masyarakat karena kontennya yang kurang mendidik. Sampai-sampai MUI pun ikut protes karena adanya adegan yang kurang pantas saat penayangan Sahurnya Pesbukers dan Pesbukers Ramadhan, seperti hinaan fisik dan bahasa mesum. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline