Program Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu cara kesehatan masyarakat yang diperkenalkan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk, meningkatkan kualitas hidup keluarga, serta menurunkan angka kematian ibu dan anak. Pada tahun 1970-an, KB telah memberikan dampak yang besar terhadap pembangunan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Tetapi, ada beberapa kebijakan publik lainnya, program KB mempunyai sisi positif namun menuai kritik dan kontroversi yang menimbulkan pro dan kontra di lingkungan masyarakat maupun akademisi.
Dari sudut pandang kesehatan masyarakat, KB mempunyai sejumlah manfaat yang penting. Pertama KB membantu menurunkan angka kelahiran, sehingga keluarga dapat merencanakan jumlah anak sesuai kemampuan ekonomi, sosial, dan psikologis. Hal ini berdampak pada peningkatan kualitas hidup, pendidikan anak, dan pengurangan angka kemiskinan (BKKBN, 2021).
Kedua, KB berperan dalam menurunkan akibat kesehatan bagi ibu. Kehamilan yang terlalu sering, terlalu muda, terlalu tua dapat meningkatkan akibat kondisi yang tidak diinginkan dari kehamilan bahkan kematian ibu. Dengan penggunaan kontrasepsi, resiko tersebut dapat terkurangi. WHO (2018) mencatat bahwa akses terhadap kontrasepsi modern dapat mencegah sekitar 30% kematian ibu di negara berkembang. Ketiga, KB juga berakibat positif pada kesehatan anak. Jarak kelahiran yang panjang dapat memberikan kesempatan bagi ibu untuk memulihkan kondisi tubuhnya serta memberikan perhatian yang maksimal pada pertumbuhan anak. Hal ini berpengaruh terhadap menurunnya angka stunting dan gizi buruk (Kemenkes RI 2020).
Program KB itu banyak membawa manfaat, namun juga menimbulkan banyak perdebatan. Pertama, terdapat isu etis dan religius terhadap penggunaan alat kontrasepsi. Beberapa masyarakat menilai KB bertentangan dengan ajaran agama tertentu, khususnya kontrasepsi permanen seperti sterilisasi.
Kedua, penggunaan kontrasepsi tertentu dapat menimbulkan akibat bagi kesehatan. Misalnya, kontrasepsi hormonal seperti pil KB atau suntik mengakibatkan perubahan siklus menstruasi, kenaikan berat badan, hingga akibat gangguan hormonal. Hal ini menjadi alasan sebagian perempuan tidak suka menggunakan kontrasepsi (Trussell, 2011). Ketiga, ada kekhawatiran bahwa program KB lebih menekankan pengendalian populasi daripada pemberdayaan keluarga. Kritik ini timbul ketika target capaian program lebih menekankan kuantitas peserta daripada kualitas pelayanan.
Perdebatan mengenai pro-kontra KB memperlihatkan bahwa setiap kebijakan kesehatan masyarakat harus mempertimbangkan beberapa aspek antara lain, aspek medis, sosial, budaya, dan etika. Namun program KB masih menjadi salah satu cara penting untuk pembangunan berkelanjutan, terutama dalam upaya menekan laju pertumbuhan penduduk dan meningkatkan kualitas hidup keluarga, dan pelaksanaan program KB sebaiknya dilakukan dengan pendekatan yang lebih humanis, menghormati hak reproduksi individu, serta memperhatkan kearifan lokal dan nilai-nilai keagamaan. Edukasi yang tepat, pelayanan yang berkualitas, serta akses yang merata menjadi kunci keberhasilan KB di masa yang akan datang.
Program KB mempunyai manfaat besar bagi kesehatan masyarakat, terutama dalam menurunkan angka kematian ibu dan anak, meningkatkan mutu keluarga, serta mendukung pembangunan nasional. Namun, kontroversi yang muncul tetap harus dipertimbangkan, baik dari sisi etis, religius, maupun kesehatan individu. Program KB harus terus dievaluasi. Dengan pendekatan yang baik, KB akan tetap sesuai sebagai cara penting kesehatan masyarakat di Indonesia maupun dunia.
KATA KUNCI: Kontrasepsi, Reproduksi, Stunting
DAFTAR PUSTAKA
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). (2021). Laporan Tahunan Program Keluarga Berencana Nasional. Jakarta: BKKBN.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Profil Kesehatan Indonesia 2020. Jakarta: Kemenkes RI.