Lihat ke Halaman Asli

Nadia Serliyana Alfaini

UIN K.H Abdurrahman Wahid Pekalongan

Budaya dan Akuntansi, Bagaimana Nilai Lokal Membentuk Praktik Keuangan di Berbagai Negara?

Diperbarui: 5 Desember 2024   17:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Budaya menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku akuntansi di berbagai negara, baik dari perspektif individu maupun  regulasi. Hal ini menunjukkan bahwa akuntansi bukan hanya teknik pencatatan keuangan, namun juga sebuah praktik yang dipengaruhi oleh nilai-nilai sosial, budaya, dan juga ekonomi masyarakat.

Hofstede menjelaskan mengenai Dimensi Budaya yang dapat digunakan sebagai landasan dalam memahami praktik akuntansi di dunia yang berbeda-beda. Sebagaimana dijelaskan dalam dimensi jarak kekuasaan bahwa budaya yang hierarkis mampu menjadikan individu enggan melaporkan pelanggaran, yang tentunya berpengaruh terhadap transparansi dan integritas laporan keuangan. Sedangkan, budaya dengan jarak kekuasaan rendah mampu menciptakan lingkungan yang lebih terbuka terhadap pengawasan dan akuntabilitas.

Indonesia memiliki budaya kolektivisme yang menjadi salah satu karakteristiknya, hal tersebut mencerminkan pengaruh budaya lokal terhadap praktik akuntansi. Dalam konteks ini, standar akuntansi Indonesia lebih banyak mengadopsi pendekatan konservatif, menekankan kehati-hatian, dan sering kali mempertimbangkan nilai-nilai lokal, berbeda dengan budaya individualis yang cenderung mengutamakan efisiensi dan hasil jangka pendek.

Negara-negara berkembang menghadapi tantangan mengenai bagaimana pengaruh budaya lokal dapat diseimbangkan dengan kebutuhan harmonisasi global, khususnya dalam implementasi standar internasional seperti IFRS. Dengan budaya yang konservatif dan berbasis kas, adopsi akuntansi berbasis akrual seperti di negara maju dapat menjadi tantangan besar.

Sementara itu, budaya yang mendukung penghindaran ketidakpastian tinggi misalnya di negara tunisia atau mesir menunjukkan bahwa pendekatan konservatif bukan hanya perihal regulasi, namun adaptasi terhadap stabilitas ekonomi yang sering tidak menentu juga diperlukan. Hal ini menggambarkan bahwa praktik akuntansi tidak hanya membentuk, namun juga dibentuk oleh lingkungan dan budaya sosial-ekonomi disekitarnya.

Jadi, hubungan timbal balik antara budaya dan akuntansi tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial dan budaya. Maka dari itu merancang praktik akuntansi yang tidak hanya mengikuti standar internasional namun juga sesuai dengan kondisi budaya dan sosial masyarakat sangatlah penting bagi setiap negara.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline