Final Liga Europa musim 2024/2025 mempertemukan dua tim raksasa yang sebenarnya tengah terpuruk, Manchester United dan Tottenham Hotspur. Di atas kertas, ini adalah partai besar, tetapi dalam kenyataan musim ini, ini lebih terasa seperti duel dua tim yang sedang mencari penyelamat.
Manchester United boleh jadi unggulan, bukan hanya karena nama besarnya, tapi karena catatan tak terkalahkan di Liga Europa musim ini. Dalam 12 laga, mereka mencatat 9 kemenangan dan 3 hasil imbang. Sebuah prestasi yang tak bisa dipandang sebelah mata.
Namun, rekor tersebut seperti bayang-bayang semu jika melihat kenyataan bahwa MU belum pernah menang melawan Tottenham dalam tujuh pertemuan terakhir. Di musim ini saja, mereka sudah dibantai tiga kali oleh Spurs.
Ini membuat banyak pihak mulai meragukan status unggulan MU. Sebab, catatan sempurna di Eropa bisa jadi menipu ketika dihadapkan pada satu tim yang selalu punya jawaban untuk membungkam mereka---Tottenham.
Di sisi lain, Tottenham pun tidak lebih baik. Mereka menjalani musim Liga Inggris yang mengecewakan, terdampar di papan tengah, dengan performa inkonsisten dan terlalu bergantung pada momen-momen individu.
Justru itulah yang membuat laga ini menjadi sangat menarik. Kedua tim sama-sama butuh trofi ini untuk menutupi wajah buruk mereka sepanjang musim. Bagi MU, ini mungkin satu-satunya cara untuk menyelamatkan kursi manajer dan mental skuad.
Sedangkan bagi Tottenham, final ini seperti batu loncatan untuk membuktikan bahwa mereka bukan tim pengecut yang hanya pandai tampil mengejutkan di fase-fase awal musim.
Ada sisi psikologis yang juga tak bisa diabaikan. MU datang ke final ini dengan tekanan besar. Nama besar dan sejarah mereka menjadi beban yang terus membayangi. Dan Tottenham bisa memanfaatkannya.
Faktanya, Spurs sudah sangat nyaman saat bertemu MU. Mereka tidak sekadar menang, tapi benar-benar mendominasi. Lini tengah MU sering tenggelam, dan pertahanan mereka seperti kehilangan arah tiap kali menghadapi serangan cepat ala Spurs.
Laga final ini juga akan menjadi ujian taktik. Apakah Ruben Amorim bisa meracik strategi yang akhirnya bisa menghentikan dominasi Tottenham? Atau justru Ange Postecoglou akan kembali menunjukkan bahwa ia paham betul cara mengunci Setan Merah?