Lihat ke Halaman Asli

Muh Khamdan

TERVERIFIKASI

Researcher / Analis Kebijakan Publik

Mental Block Atlet Indonesia, Penyebab Gagal di Hong Kong Open 2025

Diperbarui: 13 September 2025   23:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pasangan ganda campuran Indonesia, Adnan Maulana dan Indah Cahya Sari Jamil (Sumber: Bolasport.com)

Kegagalan Indonesia menempatkan wakilnya di final Hong Kong Open 2025 bukan semata hasil pertandingan di lapangan, melainkan refleksi dari dinamika pembinaan atlet yang belum sepenuhnya matang. Adnan Maulana/Indah Cahya Sari Jamil menjadi satu-satunya harapan Indonesia di babak semifinal Hong Kong Open 2025. Namun, harapan itu pupus setelah mereka ditaklukkan pasangan Tiongkok, Guo Xin Wa/Chen Fang Hui, dua gim langsung 18-21 dan 12-21.

Perjalanan Adnan/Indah menuju semifinal sejatinya patut diapresiasi. Mereka mampu menyingkirkan pasangan unggulan empat asal Thailand, Dechapol Puavaranukroh/Supissara Paewsampran, serta menggulingkan ganda tuan rumah, Tang Chun Man/Tse Ying Suet, yang merupakan unggulan lima turnamen.

Namun, seperti yang sering terlihat pada pasangan muda Indonesia, kematangan psikologis kembali menjadi batu sandungan. Di momen krusial, Adnan/Indah kehilangan konsistensi permainan, padahal secara teknik dasar mulai dari stance, footwork, hingga variasi strokes mereka sudah menunjukkan kapasitas yang menjanjikan.

Dalam laga semifinal, Adnan/Indah tampak terburu-buru mengeksekusi serangan. Stance mereka sudah stabil, tetapi transisi dari bertahan ke menyerang sering terlambat. Hal ini menunjukkan kemampuan footwork yang belum cukup efisien menghadapi tempo cepat lawan.

Teknik dasar bulu tangkis Indonesia sudah mengilap, namun tanpa kematangan mental, setiap langkah menuju juara akan berhenti di tengah jalan. Atlet besar lahir bukan hanya dari footwork tajam, tetapi dari kekuatan psikologis yang mampu bertahan di momen krusial.

Jika kita amati, pukulan mereka, baik forehand drive maupun netting tipis, sebenarnya mampu memberikan tekanan. Namun, ketika lawan mulai mengubah pola permainan, respons mental mereka tidak cukup kuat untuk menjaga kestabilan strategi. Ganda campuran sejatinya menuntut lebih dari sekadar teknik. Sinergi komunikasi, rasa percaya diri, dan pengendalian emosi menjadi faktor penentu. Dalam hal ini, Adnan/Indah belum mampu menjaga keseimbangan, terutama saat lawan menekan dengan rally panjang.

Kegagalan Indonesia di Hong Kong Open 2025 juga memperlihatkan pola klasik. Kehebatan teknik yang dimiliki atlet Indonesia, tidak dibarengi oleh ketangguhan psikologis. Ini bukan hanya masalah individu, melainkan tantangan sistem pembinaan yang lebih sering menekankan aspek fisik dan teknik, ketimbang mental dan taktik.

Contoh paling jelas terlihat pada gim kedua semifinal. Saat tertinggal 5-10, ekspresi wajah dan bahasa tubuh Adnan/Indah menunjukkan penurunan motivasi. Dari situlah dominasi lawan makin mudah terbentuk, membuat skor akhir 12-21 terasa seperti penyerahan diri lebih dini.

Bandingkan dengan pasangan Tiongkok yang tampil lebih tenang. Setiap kali dalam posisi tertekan, mereka mampu membangun rally sabar, menjaga akurasi, dan tidak terburu-buru mematikan bola. Inilah cermin kematangan mental yang masih jarang dimiliki pasangan Indonesia.

Adnan/Indah adalah talenta dengan prospek besar. Kemenangan mereka atas pasangan papan atas Thailand dan Hong Kong menjadi bukti bahwa kualitas teknik tidak perlu diragukan. Namun, tanpa ketangguhan psikologis, kemenangan besar akan selalu berakhir pada kegagalan berikutnya.

Ganda Indonesia dalam beberapa tahun terakhir memang sering menunjukkan tren serupa. Menembus babak perempat final atau semifinal, lalu gagal melangkah lebih jauh. Pola ini bukan kebetulan, melainkan gejala dari kelemahan manajemen mental kompetitif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline