[caption id="attachment_335391" align="alignnone" width="640" caption="Warung makanan dan minuman ringan di Puncak Geurutee | foto: mohsa el ramadan"][/caption]
Pagi itu, di permulaan Mei 2014, sebagian warungkopi dan makanan ringan di Puncak Geurutee, Kabupaten Aceh Jaya, Aceh, masih “terlelap”. Tubuh jalan yang baru dilindas truk-truk bertonase tinggi tampak bersemangat menyisakan asap dan uap panas. Semua kehidupan pagi di situ baru saja dimulai. Orang-orang pada menyingsingkan lengan baju untuk mengais rezeki.
Tapi, di bibirGunung Geurutee itu, sejak gelap, monyet-monyet berekor panjang (Macaca fascicularis) sudah turun ke jalanan meleles sisa makanan di pinggiran tebing dan berjuang mengutil isi warung-warung yang sebagian belum dibuka pemiliknya. “Awas, Bang! Monyet yang itu jangan didekati, dia nakal. Tapi yang ini baik,” kata Fety, 23, sembari menunjuk monyet kecil lucu dan menggemaskan. Fety mengingatkan kami yang tengah asyik “menyiksa” kepenatan di punggung jurang Geurutee yang curam itu.
[caption id="attachment_335392" align="alignnone" width="627" caption="Ani, Fetty, dan anaknya tengah makan pagi di warung miliknya | foto: mohsa el ramadan"]
13995933511684075710
[/caption]Fety adalah adik kandung Ani, pemilik dan pengelola warung kopi di Puncak Geurutee. Ada puluhan warung tumbuh menjamur di sana. Warga Banda Aceh, Aceh Besar, atau orang-orang yangkebetulan melintas di kawasan itu, jarang melewatkan suasana indah di Puncak Geurute meski cuma menyeruput secangkir kopi.
Cerita Ani dan Fety, mereka sudah lama berjualan di sana. Suami Ani—ia membuka bengkel sepeda motor di kampung kawasan kaki gunung Geurutee—adalah orang pertama yang memberi spirit kepada kakak beradik ini untuk berjualan. “Selepas tutup bengkel, suami saya baru kemari. Kami bergantian,” kata Ani.
Puncak Geurutee adalah sensasi keindahan objek wisata lawas di Aceh. Semasa konflik antara Tentara RI dan-GAM, orang-orang ogah singgah di Geurutee meski cuma sebentar membuang hajat ringan. Pasalnya, daerah ini sering dijadikan arena baku tembak pihak yang berkonflik. GAM tersihir menjadikan Geurutee sebagai area jebakan pasukan TNI/Polri yang melintas di sana. Dan itulah cerita dulu yang kini mulai terkelupas dari benak orang Aceh, juga rakyat Indonesia.
[caption id="attachment_335393" align="alignnone" width="640" caption="Pesona lain Puncak Geurutee| www.rinaldiad.com"]
13995934721343435796
[/caption]Panorama Puncak Geurutee, sebenarnya, lebih menggoda ketimbang Puncak Cisarua, Bogor. Dari ketinggian gunungnya, mata Anda dimanjakan genitnya deburan ombak putih yang tak pernah letih berkejar-kejaran, laut dalam yang membiru, dan onggokkan bukit nan indah.
Pun jika cuacanya cerah dan matahari mulai jatuh ke ufuk barat, bisa dipastikan Anda bakalan tak membiarkan sunset berlalu begitu saja. Itulah Geurutee, sebuah puncak yang mengalami perkawinan sempurna antara pegunungan terjal, hamparan sawah, kebun, laut, hutan, lembah, ngarai, dan teluk yang eksotik.
Karena pesonanya itu, kemudian, orang-orang memanfaatkan Geurutee sebagai sandaran hidupnya lewat berjualan kopi, teh, makanan, dan aneka minuman ringan sebagai pelengkap untuk bersantai.
[caption id="attachment_335394" align="alignnone" width="640" caption="Pagi yang lengang di Puncak Geurutee | foto: mohsa el ramadan"]
1399593594958228690
[/caption]Apalagi puncak Geurute tak begitu jauh dari pusat Kota Banda Aceh. Jaraknya sekitar 72 kilometer atau satu jam perjalanan. Jika Anda ingin ke pantai barat dan selatan Aceh pastilah melintasi kawasan ini. Pasca Aceh dilibas tsunami, USAID merehabilitasi dan merekonstruksi infrastruktur jalan menuju Geurutee yang terkelupas dan porak-poranda.
Gak tanggung-tanggung! Kualitas jalan aspalnya pun amazing: setara jalan sirkuit Formula one (F1)! Mmm…tapi hati-hati, loh, bila nyetir di kawasan itu! Jika kita syur tekan pedal gas tanpa kontrol, spedo meter mobil Anda bisa-bisa sudah di angka 160 kilometer perjam. Fantastik!
[caption id="attachment_335395" align="alignnone" width="640" caption="Siamang (Symphalangus syndactylus) bercengkerama di Puncak Geurutee | www.alamrimbadaya.blogspot.com "]
13995936621074322126
[/caption]Ya, itulah sisi lain yang membedakan Geurutee dengan Berastagi, Tanah Karo, Sumatera Utara, misalnya, atau Puncak Bogor seperti kita bilang di atas tadi.
Lalu, apa sensasi lain? Menurut Ani dan Fetty, berjualan kopi, teh, aneka makanan dan minuman ringan, adalah sensasi tersendiri bagi mereka. Saban hari kakak beradik ini bisa “meniduri” alam Geurutee sambil bercengkerama dan berjualan tentunya.
Tak cuma itu! Dari niat awal iseng-iseng membuka warung untuk menghilangkan kepenatan di rumah, eh, mereka bisa meraup omzet penjualan rata-rata Rp300 ribu per hari (hari biasa jam kerja) dan Rp 1 juta lebih jika hari-hari libur mingguan atau libur nasional. “Lumayan bisa buat nambah belanja dan menyekolahkan anak,” katanya.
Bahkan, jika hari lebaran tiba, “kami bisa beromzet Rp4 sampai Rp5 juta per hari,” cerita Ani bersemangat. Wow, spektakuler, bukan, jika itu terjadi di hari-hari biasa! Anda mau coba? Yuk, mampir ke Geurutee, suatu ketika, ke warung Ani dan Fetty! Di sana banyak monyet dan siamang (Symphalangus syndactylus) juga, lho. Gerrrr…Asyiknya Geurutee!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI