Minyak atsiri atau sering disebut juga dengan essential oils merupakan salah satu komoditi yang memiliki potensi luar biasa di Indonesia. Minyak atsiri adalah ekstrak alami dari jenis tumbuhan tertentu, baik berasal dari daun, bunga, kayu, biji-bijian bahkan putik bunga. Setidaknya ada 70 jenis minyak atsiri yang selama ini diperdagangkan di pasar internasional dan 40 jenis di antaranya dapat diproduksi di Indonesia.
Meskipun banyak jenis minyak atsiri yang bisa diproduksi di Indonesia, namun demikian baru sebagian kecil jenis minyak atsiri yang telah diproduksi . Oleh karenanya Tim Riset dari Teknologi Rekayasa Kimia Industri (TRKI) Vokasi Undip, yakni Mohamad Endy Julianto, Malika Pintanada Kaladinanty dan Maya Qisthina Gaissani berupaya mengembangkan inovasi produk peyedap makanan berbasis minyak atsiri.
Maya menyampaikan bahwa kegunaan minyak atsiri sangat banyak, tergantung dari jenis tumbuhan yang diambil hasil sulingnya. Minyak atsiri ini digunakan sebagai bahan baku minyak wangi, kosmestik dan obat-obatan. Minyak atsiri juga digunakan sebagai kandungan dalam bumbu maupun pewangi (flavour and fragrance ingredients). Industri kosmestik dan minyak wangi menggunakan minyak atsiri sebagai bahan pembuatan sabun, pasta gigi, samphoo, lotion dan parfum.
Industri makanan menggunakan minyak atsiri sebagai penyedap atau penambah cita rasa. Industri farmasi menggunakannya sebagai obat anti nyeri, anti infeksi, pembunuh bakteri. Fungsi minyak atsiri sebagai wewangian juga digunakan untuk menutupi bau tak sedap bahan-bahan lain seperti obat pembasmi serangga yang diperlukan oleh industri bahan pengawet dan bahan insektisida, terang maya.
Malika menambahkan bahwa tanaman cengkeh (Syzygium aromaticum L.) merupakan jenis tanaman penghasil minyak atsiri yang tumbuh subur di Indonesia. Tanaman cengkeh (Eugenia caryophillata) dapat digunakan untuk menghasilkan minyak cengkeh (clove oil), minyak tangkai cengkeh (clove stem oil), dan minyak daun cengkeh (clove leaf oil). Hal ini menunjang potensi Indonesia sebagai penghasil minyak cengkeh dalam jumlah besar bahkan produk minyak atsiri cengkeh Indonesia cukup dominan menguasai pasar dunia yaitu sekitar 2500 ton per tahun.
Indonesia adalah negara penghasil minyak cengkeh terbesar sehingga pemanfaatan minyak cengkeh dapat dilakukan secara optimal dari segi agrobisnis dan untuk dunia pendidikan. Minyak cengkeh digunakan sebagai bahan baku untuk membuat isolat dan derivatnya antara lain eugenol, isoeugenol dan vanilin yang digunakan dalam industri farmasi, parfum, kosmetika dan industri flavour makanan/minuman. Pengembangan industri hulu dan hilir minyak cengkeh dan derivatnya seperti Isoeugenol diharapkan dapat menghemat devisa negara dalam mengimpor bahan-bahan tersebut bagi industri dalam negeri, papar malika.
Endy juga menyampaikan bahwa Isoeugenol merupakan isomer dari eugenol, berbentuk cairan agak kental berwarna kuning pucat dengan aroma wangi seperti bunga cengkeh. Isoeugenol dibuat dari minyak daun cengkeh atau eugenol melalui proses isomerisasi eugenol dalam lingkungan basa (NaOH) berlebih diseratai pemanasan dan pengaduakan yang akan menghasilkan Na -- Isoeugenol yang selanjutnya dihidrolisis oleh HCl menjadi isoeugenol kasar dan selanjutnya dimurnikan melalui proses distilasi fraksinasi.
Isoeugenol merupakan isomer dari eugenol, di mana ikatan rangkap pada rantai alkil digeser oleh satu rantai karbon. Secara ikatan kimia, isoeugenol juga dikenal sebagai propenyl guaiacol atau metoksifenol. Sebagai senyawa metoksifenol, isoeugenol mengandung gugus metoksi yang terikat pada cincin benzene dari bagian fenol. Isoeugenol dapat diproduksi dalam bentuk isomer cis atau trans. Trans isoeugenol berbentuk kristal sedangkan cis isoeugenol merupakan cairan kuning pucat, ujar Endy.
Endy mengungkapkan bahwa Isoeugenol sangat sedikit larut dalam air dan larut dalam pelarut organik. Senyawa ini memiliki bau pedas, manis, seperti anyelir dan rasa rempah-rempah manis dan cengkeh yang sulit didapatkan di bahan lain. Hal inilah yang menyebabkan senyawa isoeugenol mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai food flavoring agent atau penyedap makanan di bidang pangan.
Dalam penggunaannya sebagai bahan penyedap makanan, isoeugenol bertanggung jawab dalam mengikat dan memberikan rasa/aroma pala. Meskipun demikian, karena memiliki sifat mudah menguap dan degradasi terhadap panas, isoeugenol membutuhkan proses lebih lanjut agar dapat digunakan sebagai bahan penyedap pangan. Untuk itu salah satu alternatif yang bisa ditempuh yakni melalui pengembangan proses enkapsulasi menggunakan spray drying pada suhu rendah, pungkas Endy.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI