Lihat ke Halaman Asli

Mirabina L. Azzahra

Mahasiswi Ilmu Komunikasi UIN (Yogyakarta) 24107030100

Penjual Jagung Rebus dan Kacang yang Setia Menemani Alkid Sejak 1983

Diperbarui: 4 Juni 2025   16:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

potret mbah partiwi sedang menyiapkan jagung dan kacang rebus yang saya beli (Dokumentasi Pribadi)

Di tengah gemerlapnya kawasan Alun-Alun Kidul (Alkid) Jogja yang kini ramai dengan lampu warna-warni dan berbagai tenant kekinian, ada sosok yang tetap setia menggelar dagangannya sejak lama. Namanya Ibu Partiwi, seorang penjual rebus jagung dan kacang-kacangan yang sudah berjualan di daerah itu sejak tahun 1983 ketika Alkid belum seperti sekarang.

Dulu, Alkid belum banyak dikenal sebagai tempat nongkrong anak muda seperti sekarang. Saat itu, suasananya masih sangat sederhana. Bahkan, di dekat situ berdiri Hotel Seporosani yang legendaris. Hotel ini dulu sangat terkenal di Jogja pada zamannya. Sayangnya, kini Hotel Seporosani sudah tidak beroperasi lagi dan bangunannya telah berubah fungsi, mungkin dipakai untuk keperluan lain yang jauh berbeda dari masa kejayaannya.

Ibu Partiwi sendiri tinggal tak jauh dari Alkid, tepatnya di sekitar Pasar Bringharjo. Saat itu, Pasar Bringharjo masih ramai menjadi pusat aktivitas masyarakat Jogja. Namun, seperti halnya kawasan lain, Pasar Bringharjo juga mengalami perubahan signifikan. Gedung-gedung baru mulai menggantikan bangunan lama yang penuh cerita.

Saya berkesempatan bertemu dan ngobrol langsung dengan Ibu Partiwi. Beliau adalah sosok yang ramah dan penuh kehangatan. Meski usianya sudah mencapai 65 tahun, tapi kalau melihat wajah dan sikapnya, beliau terlihat jauh lebih muda. Kesehatannya pun masih sangat baik, terlihat dari gerakannya yang lincah dan tawa yang mudah mengembang saat diajak bicara.

Potret saya dan Mbah Partiwi (Dokumentasi Pribadi)

"Mbok, aku senang sekali ngobrol sama Ibu. Jarang-jarang aku ngobrol sama mbah yang asik dan seru kayak gini," kataku sambil tersenyum.

Ibu Partiwi tertawa lepas mendengar pujian itu. "Ah, ngopo, Mbak? Aku ya gini-gini aja. Tapi seneng kok kalau bisa diajak ngobrol," jawabnya sambil menata jagung rebus dan kacang di atas gerobaknya.

Sejak tahun 1983, Ibu Partiwi sudah mulai berjualan di daerah Alkid. Waktu itu, Alkid belum seramai dan semodern sekarang. Banyak hal masih sangat sederhana. Ia masih ingat betul masa-masa itu, walaupun tidak banyak diceritakan secara gamblang. Cukup dari raut wajah dan kesungguhan dalam setiap ucapannya, saya bisa merasakan betapa berat perjuangan beliau.

Setiap pagi, Ibu Partiwi sudah bangun lebih awal. Membawa dagangan dari rumah, memasak jagung dan kacang yang akan dijual. Ia harus siap menghadapi panas terik, bahkan hujan mendadak yang kadang membuat dagangannya harus berteduh. Semua itu beliau jalani dengan sabar dan ikhlas demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

"Terkadang memang susah, Mbak. Kadang pembeli sedikit, tapi ya harus tetap semangat. Aku ingat dulu, jualan di sini waktu belum ada lampu-lampu dan keramaian kayak sekarang. Hanya ada beberapa warung dan hotel seperti Seporosani," kata beliau mengenang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline