Lihat ke Halaman Asli

Panas Rantau dan Peluh Ibu

Diperbarui: 16 Oktober 2025   05:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Rabu,16 Oktober 2025

Milawati Umsupyat


Terik matahari memukul ubun-ubun kota,

Aspal meleleh, udara terasa membakar.

Kemeja basah kuyup, keringat mengalir deras,

Setiap tetesnya perih, memantik ingatan yang liar.

Panas di rantau ini, sungguh menyengat kulit,

Mengejar mimpi di bawah langit yang asing.

Aku mengeluh, sedikit memaki peluh yang mendidih,

Saat debu jalanan hinggap dan membuat pening.

Namun, tiba-tiba, panas ini terasa malu-malu,

Mengingat keringatmu, Ma, yang lebih dulu jatuh.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline