Di rumah kami, teh bukan sekadar minuman. Ia adalah penjaga waktu, pengantar suasana, dan penyambung silaturahmi.
Dari pagi yang sunyi hingga malam yang tenang, dari tamu yang datang membawa cerita hingga dapur yang menyiapkan penganan kecil, teh selalu hadir, diam-diam tapi bermakna.
Teh lokal bukan hanya soal rasa. Ia adalah warisan, kebiasaan, dan kadang, doa yang diseduh perlahan. Di tengah smart city yang sibuk dan cepat, secangkir teh menjadi ruang jeda yang jujur.
Dan di rumah kami, teh hadir dalam berbagai rupa: Prendjak yang wangi, Kepala Djenggot yang tenang, Tong Tji yang menyapa, dan Sosro Heritage yang mantap.
Pagi Hari: Teh Prendjak, Wangi yang Membuka Hari
Setiap pagi, sebelum dunia mulai gaduh, saya menyeduh Teh Prendjak. Varian wangi yang hangat ini bukan sekadar aroma, tapi seperti salam dari Tanjung Pinang yang menyapa dengan lembut. Ia tidak membangunkan saya dengan gegap gempita, tapi mengajak saya bersiap dengan tenang.
Prendjak, teh di pagi hari, Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal
"Teh Prendjak bukan hanya minuman, tapi pengantar niat baik."
Diproduksi oleh PT Prendjak Abonatemen, teh ini hadir dalam berbagai bentuk, tubruk kuning dan biru, teh celup wangi, hingga teh tarik dan teh jahe instan.
Namun saya tetap memilih yang sederhana dan hangat, karena di sanalah saya merasa disapa. Ia mengingatkan saya pada dapur lama, pada pagi-pagi yang penuh harapan, dan pada wangi rumah yang tak pernah hilang.
Menjelang Istirahat: Teh Hijau Kepala Djenggot, Penutup Hari yang Jujur
Menjelang malam, saya menyeduh Teh Hijau Kepala Djenggot. Rasanya bersih, aromanya tenang. Ia tidak bicara banyak, tapi tahu cara mendengarkan. Di cangkir hijau ini, saya menyeduh ulang hari yang sudah lewat, dan membiarkannya larut perlahan.
"Ia tidak menyuruh saya tidur, tapi mengizinkan saya istirahat."