Dari Restoran Mewah ke Meja Makan Keluarga
Di restoran Jepang atau Chinese yang mewah, Egg Steam---dikenal sebagai Chawanmushi dalam tradisi Jepang dan Dan Zhen dalam kuliner Tiongkok---sering dihadirkan sebagai pembuka: lembut, elegan, penuh nuansa rasa.
Teksturnya sehalus sutra, tampilannya sederhana namun berkelas. Tapi jauh di balik kesan mewah itu, tersembunyi kisah yang lebih dalam: tentang rumah, tentang cinta yang dimasak perlahan, dan tentang bagaimana sesuatu yang tampak istimewa bisa lahir dari dapur yang sangat sederhana.
Jejak Sejarah Egg Steam
Egg Steam bukanlah penemuan kuliner modern. Di Jepang, Chawanmushi---yang secara harfiah berarti "mangkuk kukus"---telah menjadi bagian dari tradisi sejak era Edo.
Disajikan dalam cawan kecil, dikukus bersama kaldu dashi, jamur, udang, dan kadang biji ginkgo, menciptakan harmoni rasa yang lembut dan mendalam.
Sementara itu, di Tiongkok, ada Dan Zhen, versi yang lebih sederhana namun tak kalah filosofis. Telur dikocok bersama air atau kaldu, dikukus perlahan hingga mengeras dalam kelembutan.
Dua tradisi ini meskipun lahir dari budaya berbeda, menyimpan filosofi serupa: keindahan dalam kesederhanaan, rasa jujur tanpa manipulasi, serta teknik yang lahir dari penghormatan terhadap bahan.
Dari Dapur Restoran ke Dapur Rumah
Saya, Merza Gamal, bukan seorang chef profesional. Saya hanyalah pecinta dapur rumah yang percaya bahwa ruang memasak bukan sekadar tempat mengolah makanan, tetapi juga ruang spiritual.
Sumber gambar: Dokumentasi pribadi Merza Gamal dari Dapur rumah sendiri
Tempat di mana cinta, kesabaran, dan nilai hidup bisa larut dalam aroma nasi dan uap sup yang mengepul.
Suatu hari, ketika Egg Steam tersaji di meja restoran, saya tidak hanya melihat makanan. Saya melihat kemungkinan: bahwa semangkuk kelembutan itu bisa saya bawa pulang, saya wujudkan sendiri, dan saya sajikan kepada keluarga tercinta---bukan untuk meniru restoran mahal, tapi untuk membawa pulang kehangatan yang sejati.