Peristiwa G30S/PKI pada tahun 1965 adalah salah satu momen paling kontroversial dalams ejarah Indonesia. Di antara berbagai narasi yang berkembang, cerita tentang Lubang Buayam enjadi pusat perhatian. Lubang Buaya merupakan tempat di mana tujuh perwira militer, termasuke nam jenderal TNI, dibunuh dan jasad mereka dibuang ke dalam sebuah sumur tua. Versi resmi yang disampaikan oleh pemerintah Orde Baru menggambarkan Lubang Buaya sebagai pusat kekejaman gerakan PKI, yang berusaha menggulingkan pemerintahan sah Indonesia.
Namun,setelah jatuhnya rezim Orde Baru, muncul teori bahwa peristiwa di Lubang Buaya, khususnya terkait dengan tindakan sadis yang dilakukan oleh para pelaku, merupakan sebuah rekayasa sejarah. Beberapa kalangan menyebut bahwa kisah kekejaman yang diceritakan selama bertahun-tahun, seperti penyiksaan brutal terhadap para jenderal, telah dilebih-lebihkan atau bahkan sengaja dipalsukan untuk membenarkan tindakan militer dalam menumpas PKI.
Teori rekayasa sejarah ini didasarkan pada beberapa argumen. Pertama, narasi yang disampaikan oleh rezim Orde Baru dinilai sangat satu sisi, tanpa membuka ruang untuk penelitian atau pengungkapan fakta yang berbeda. Misalnya, cerita tentang "penyiksaan keji" seperti mutilasi dan penyiletan yang dilakukan oleh anggota Gerwani, organisasi perempuan yang diduga terafiliasi dengan PKI, belakangan dipertanyakan. Beberapa sejarawan dan aktivis hak asasi manusia, seperti Asvi Warman Adam, menyatakan bahwa tidak ada bukti medis atau forensik yang mendukung cerita tersebut. Ini menimbulkan dugaan bahwa kisah penyiksaan di Lubang Buaya mungkin telah direkayasa untuk menimbulkan kebencian terhadap PKI dan komunisme secara umum. Kedua, film propaganda "Pengkhianatan G30S/PKI", yang diproduksi dan ditayangkan secara luas di bawah rezim Orde Baru, juga dikritik karena dianggap terlalu melodramatis dan tidak berdasarkan fakta sejarah yang akurat. Film ini berfungsi sebagai alat propaganda untuk membangun citra negatif PKI dan menjustifikasi kebijakan represif Soeharto.
Sementara banyak orang di Indonesia menganggap film ini sebagai fakta sejarah, para kritikus menilai bahwa film tersebut lebih banyak menyajikan mitos dan rekayasa. Argumen lain yang mendukung teori rekayasa adalah peran Soeharto dalam peristiwa ini. Ada pandangan yang menyatakan bahwa Soeharto memanfaatkan peristiwa G30S sebagai momentum untuk mengambil alih kekuasaan dari Soekarno, dengan mengarahkan opini publik terhadap bahaya komunisme. Setelah peristiwa tersebut, Soeharto menggunakan narasi tentang ancaman PKI untuk memperoleh dukungan militer dan masyarakat luas, yang pada akhirnya membawanya ke kursi kepresidenan selama lebih dari tiga dekade.Meski demikian, teori rekayasa sejarah di Lubang Buaya tetap kontroversial. Ada sebagian sejarawan yang tetap mendukung narasi resmi dengan menganggap PKI sebagai dalang utama peristiwa G30S dan Lubang Buaya. Mereka berpendapat bahwa fakta-fakta yang ada cukup untuk menunjukkan keterlibatan PKI dalam rencana kudeta.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI