Lihat ke Halaman Asli

Marius Gunawan

TERVERIFIKASI

Profesional

Negara Tanpa Alarm: Ketika Rumah Pejabat Dijarah Berkali - kali

Diperbarui: 1 September 2025   19:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rumah Menteri Keuangan Sri Mulyani dijarah Perusuh (Kompas.com)

Ada pemandangan ironis yang baru saja ditonton oleh bangsa ini: rumah para anggota DPR dijarah, bahkan kediaman Menteri Keuangan Sri Mulyani pun tak luput dari amukan massa. Tidak cukup sekali, tapi ada laporan yang menyebut sampai tiga kali para perusuh keluar-masuk seolah-olah itu supermarket tengah malam dengan diskon besar-besaran. 

Kalau bukan tragedi, mungkin ini bisa jadi bahan stand-up comedy politik paling getir abad ini."Bagaimana mungkin seorang menteri keuangan yang mengelola ribuan triliun rupiah APBN tak mampu melindungi beberapa pintu rumahnya dari maling kolektif?" tanya seorang warga sambil nyengir pahit. Pertanyaan ini bukan sekadar sarkasme, tapi potret betapa rasa aman di negeri ini benar-benar tereduksi hingga ke titik nadir.

Negara Tanpa Rasa Aman

Dalam teori negara, tugas utama pemerintah itu sederhana: melindungi rakyatnya. Thomas Hobbes, filsuf yang terkenal dengan pandangan bahwa tanpa negara manusia akan hidup dalam "perang semua melawan semua," pasti terpingkal-pingkal kalau melihat kejadian ini. Sebab rupanya, sekalipun negara hadir dengan segala atributnya, kita tetap hidup dalam "perang semua melawan semua." Bedanya, kali ini disponsori ketidakmampuan aparat.

Kalau rumah pejabat sekelas anggota DPR saja bisa dijarah berkali-kali, apa kabar rumah Pak RT, Bu Guru, atau kios pedagang kecil di pasar? Logika sederhana saja mengatakan: jika benteng terkuat jebol, jangan harap gubuk bambu selamat.

Polisi Jadi Penonton?

Pertanyaan krusial: di mana polisi saat rumah para pejabat dijarah? Menurut laporan, aparat seolah membiarkan perusuh mondar-mandir, melampiaskan amarah mereka tanpa hambatan berarti. Mustahil kalau aparat tidak tahu. Apalagi penjarahan dilakukan berulang-ulang, bukan sekali kilat lalu selesai. Apa mereka sedang latihan sabar? Atau sekadar menonton sambil berharap massa cepat bosan?

"Lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan," kata pepatah Tiongkok kuno. Sayangnya, di sini lilin pun padam karena dijarah perusuh, dan polisi malah sibuk memegang korek tapi tak mau menyalakan apapun.

Main Hakim Sendiri: Rasa Puas Semu

Sebagian masyarakat mungkin merasa puas: "Akhirnya DPR dan pejabat itu merasakan akibat ulahnya!" Tetapi rasa puas semacam ini ibarat makan garam satu sendok penuh---menyengat sebentar, lalu merusak lambung. Main hakim sendiri tidak pernah menyelesaikan masalah, justru melanggengkan ketakutan kolektif. Hari ini rumah pejabat, besok rumah Anda, siapa tahu.

Mahatma Gandhi pernah berkata: "An eye for an eye will make the whole world blind." Dan tampaknya, kita sedang membutakan diri secara massal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline