Lihat ke Halaman Asli

Julianda Boang Manalu

TERVERIFIKASI

ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Saat Presiden Bicara Pasal 33, Tanda Kebangkitan Ekonomi Berdaulat?

Diperbarui: 15 Agustus 2025   16:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi. Pidato Kenegaraan Presiden Prabowo Subianto pada Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR - DPD RI 2025. (Sumber: kontan.co.id/Freepik)

Pidato kenegaraan Presiden Prabowo Subianto pada Sidang Tahunan MPR/DPR/DPD RI, 15 Agustus 2025, meninggalkan satu gema yang tak biasa, yakni: Pasal 33 UUD 1945 kembali menjadi sorotan utama. Di tengah arus globalisasi, digitalisasi, dan tuntutan pasar bebas, sang presiden justru menengok ke dokumen berusia 80 tahun yang lahir dari semangat Generasi '45. 

Bagi sebagian orang, ini seperti membuka kembali buku panduan lama yang sudah lama tergeletak di rak sejarah.

Di ruang sidang megah itu, ketika kamera menyorot wajah para anggota dewan, Prabowo menegaskan: "Pasal 33 adalah benteng pertahanan ekonomi kita." Kalimat itu mengandung bobot yang jarang terdengar dalam pidato presiden era reformasi. 

Ia bukan sekadar retorika, tapi sebuah deklarasi politik-ekonomi yang memberi sinyal arah kebijakan berbeda dari dekade sebelumnya.

Bagi generasi muda, Pasal 33 mungkin terdengar asing. Jauh lebih sering mereka mendengar istilah "startup", "unicorn", atau "investasi asing" dibanding "ekonomi kekeluargaan". Tapi bagi mereka yang memahami sejarah, pasal ini adalah pondasi yang memagari kekayaan alam dan cabang produksi vital dari cengkeraman kapitalisme tanpa batas.

Fakta bahwa Presiden memilih mengangkatnya dalam forum kenegaraan tahunan bukanlah kebetulan. Dalam politik, pilihan kata adalah pilihan arah. Mengutip kembali Pasal 33 di hadapan elite legislatif dan publik nasional berarti menempatkan isu kedaulatan ekonomi di jantung agenda pemerintahannya.

Pertanyaannya kini: apakah ini sekadar wacana politis untuk membangkitkan nostalgia, atau benar-benar tanda dimulainya kebangkitan ekonomi berdaulat? Di sinilah analisis kritis diperlukan --- membedah konteks, isi, kebijakan, tantangan, hingga kemungkinan masa depan dari "kebangkitan" Pasal 33 ini.

Apa Itu Pasal 33 dan Mengapa Penting

Pasal 33 UUD 1945 lahir dari perdebatan sengit para pendiri bangsa. Bung Hatta, yang sering disebut sebagai "arsitek ekonomi Indonesia", memandang perekonomian harus diatur untuk kesejahteraan bersama, bukan keuntungan segelintir orang. Asas kekeluargaan menjadi prinsip utama, tercermin dalam ayat pertamanya: "Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan."

Ayat kedua menegaskan bahwa cabang produksi penting yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Ini termasuk energi, transportasi, komunikasi, dan sektor strategis lainnya. Tujuannya sederhana: mencegah monopoli privat atas kebutuhan publik.

Ayat ketiga bahkan lebih eksplisit: bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Inilah landasan hukum yang sering dijadikan dasar nasionalisasi sumber daya alam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline