Sampah makanan adalah salah satu masalah lingkungan yang paling mendesak di dunia saat ini. Menurut laporan Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO), setiap tahun, sekitar 1,3 miliar ton makanan terbuang sia-sia di seluruh dunia. Jumlah ini setara dengan sepertiga dari semua makanan yang diproduksi.
Sampah makanan memiliki dampak negatif yang luas terhadap lingkungan, ekonomi, dan sosial. Secara lingkungan, sampah makanan menghasilkan emisi gas rumah kaca yang berkontribusi terhadap perubahan iklim.
Secara ekonomi, sampah makanan menimbulkan kerugian biaya yang signifikan bagi produsen, pedagang, dan konsumen. Secara sosial, sampah makanan dapat menyebabkan kelaparan dan malnutrisi di negara-negara berkembang.
Indonesia juga merupakan salah satu negara yang mengalami masalah sampah makanan. Menurut laporan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, pada tahun 2021, Indonesia menghasilkan sampah makanan sebesar 115,2 juta ton. Jumlah ini setara dengan 61% dari total sampah padat yang dihasilkan di Indonesia.
Ada banyak faktor yang menyebabkan sampah makanan, termasuk:
- Pemborosan makanan di tingkat rumah tangga, seperti membeli terlalu banyak makanan, membuang sisa makanan, dan tidak memanfaatkan sisa makanan.
- Pemborosan makanan di tingkat industri dan perdagangan, seperti kerusakan makanan selama proses produksi, transportasi, dan penyimpanan.
- Pemborosan makanan di tingkat pertanian, seperti panen yang tidak efisien, kerusakan makanan selama proses pasca panen, dan limbah dari peternakan dan perikanan.
Untuk mengatasi masalah sampah makanan, diperlukan upaya yang komprehensif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, produsen, pedagang, dan konsumen. Pada tingkat konsumen, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengubah perilaku konsumsi.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh konsumen untuk mengurangi sisa makanan, antara lain:
- Membeli makanan secukupnya. Sebelum membeli makanan, sebaiknya buatlah daftar belanjaan dan perkirakan jumlah makanan yang dibutuhkan.
- Manfaatkan sisa makanan. Sisa makanan dapat diolah kembali menjadi makanan yang lezat dan bergizi.
- Dukung usaha kuliner yang mengurangi sisa makanan. Ada banyak usaha kuliner yang menerapkan praktik mengurangi sisa makanan, seperti dengan menyajikan makanan dengan ukuran yang sesuai atau memberikan diskon untuk makanan yang tersisa.
Mengubah perilaku konsumsi untuk mengurangi sisa makanan bukanlah hal yang mudah. Namun, dengan kesadaran dan komitmen yang tinggi, kita dapat berkontribusi untuk mengatasi masalah sampah makanan dan mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs).
Manfaat Mengubah Perilaku Konsumsi untuk Mengurangi Sisa Makanan
Selain untuk mengatasi masalah sampah makanan, mengubah perilaku konsumsi untuk mengurangi sisa makanan juga memiliki manfaat lain, antara lain:
- Meningkatkan ketahanan pangan. Dengan mengurangi sisa makanan, kita dapat menghemat sumber daya pangan yang berharga. Hal ini dapat membantu meningkatkan ketahanan pangan, terutama di negara-negara berkembang yang masih rentan terhadap kelaparan dan malnutrisi.
- Meningkatkan efisiensi biaya. Mengurangi sisa makanan dapat membantu menghemat biaya makanan. Hal ini dapat menguntungkan konsumen, produsen, dan pedagang.
- Melindungi lingkungan. Mengurangi sisa makanan dapat membantu mengurangi emisi gas rumah kaca. Hal ini dapat berkontribusi untuk mengatasi perubahan iklim.
Upaya Pemerintah untuk Meningkatkan Kesadaran Masyarakat
Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya mengurangi sisa makanan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah Makanan. Peraturan ini mengatur tentang target pengurangan sampah makanan di Indonesia, termasuk di tingkat rumah tangga.