"Universitas Mengejar Ranking, Mahasiswa Mengejar Harapan: Ketika Kampus Terlalu Sibuk Jadi yang Terbaik, Tapi Lupa pada Nasib Lulusan" ya kalimat ini tampil di postingan beranda instagram ku, judulnya cukup menohok memang.
Kalimat ini seolah merangkum kegelisahan banyak sarjana muda yang kini berjuang di dunia kerja. Di tengah kampus yang sibuk dengan pencitraan akademik, ada ribuan alumni yang masih menunggu balasan email lamaran kerja, bahkan hanya untuk sekadar mendapatkan kesempatan wawancara.
"Kuliah di kampus ternama biar nanti gampang cari kerja" Kalimat itu begitu sering kita dengar, terutama dari orang tua yang menaruh harapan besar pada anaknya. Namun, setelah wisuda, banyak yang justru menghadapi kenyataan pahit: surat lamaran tak dibalas, panggilan wawancara tak kunjung datang, dan rasa percaya diri perlahan terkikis.
Dalam postongan instagram tersebut menceritakan kisah Andini lulusan Universitas Indonesia, dan Yudha lulusan UGM yang ramai di media sosial karena mengaku merasa gagal. Bukan karena nilai atau prestasi, melainkan karena mereka kesulitan mencari pekerjaan. Sementara kampus mereka sibuk menaikkan peringkat dunia, para alumninya justru kebingungan menata masa depan.
Kampus yang Mengejar Peringkat Dunia
Beberapa tahun terakhir, banyak universitas di Indonesia bangga karena berhasil menembus daftar QS World University Rankings. Universitas Indonesia, misalnya naik ke peringkat 206 dunia pada 2024, sementara UGM berada di posisi 263 besar dunia.
Pencapaian ini tentu patut diapresiasi. Namun, di balik prestasi global itu, muncul pertanyaan: apakah ranking dunia benar-benar menggambarkan kesejahteraan dan keberhasilan alumninya?
Indikator yang digunakan lembaga pemeringkat seperti QS umumnya menilai reputasi akademik, jumlah publikasi ilmiah, hingga kolaborasi riset internasional. Hampir tidak ada aspek yang menyoroti kesiapan karier mahasiswa atau daya serap lulusan di dunia kerja.
Lulusan Hebat, Tapi Dunia Kerja Tak Ramah
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Februari 2024, tingkat pengangguran terbuka untuk lulusan universitas masih berada di angka 5,68%. Angka ini memang menurun dari tahun sebelumnya (6,19% pada 2023), tetapi tetap menunjukkan bahwa gelar sarjana belum menjadi jaminan mudahnya mendapat pekerjaan.
Hasil Tracer Study Universitas Indonesia tahun 2023 juga menunjukkan bahwa waktu tunggu lulusan untuk mendapatkan pekerjaan pertama berkisar antara 3 hingga 6 bulan. Tidak sedikit yang akhirnya bekerja di bidang yang berbeda dari jurusannya.
Kondisi ini menandakan adanya skill mismatch, jurang antara kompetensi yang diajarkan di kampus dan kebutuhan nyata di dunia industri.