Lihat ke Halaman Asli

Siti Aisyah

mahasiswa

Kenapa Buku "Laut Bercerita' Harus Dibaca oleh Generasi Muda?

Diperbarui: 8 Juli 2025   19:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Buku Laut Bercerita (Sumber:id-11134207-7r98s-lrx5vpfp8xf8e0 (800800) )

Cetak ulang ke-100 Laut Bercerita membuat saya kembali merenungkan betapa pentingnya kisah ini dibaca---terutama oleh generasi muda. Inilah opini dan kesan saya, semoga berkenan membaca ya!

Buku Laut Bercerita karya Leila S. Chudori bukan hanya menyuguhkan kisah fiksi yang menyentuh hati, melainkan juga menyimpan sejarah kelam bangsa yang perlu dikenang, dipahami, dan direnungkan---terutama oleh generasi muda. Dalam dunia literasi yang kini didominasi oleh kisah romansa ringan dan self improvement, hadirnya buku ini seperti sebuah tamparan lembut yang mengingatkan kita bahwa tak semua kisah harus menyenangkan; ada juga cerita yang pedih, getir, namun penting untuk dituliskan dan dibaca.

Novel ini berlatar pada akhir masa Orde Baru, ketika aktivis mahasiswa dan pegiat demokrasi mulai bergerak melawan ketidakadilan dan represi yang dilakukan oleh rezim. Tokoh utamanya, Biru Laut, adalah seorang mahasiswa yang vokal menyuarakan keadilan, bersama teman-temannya. Mereka melakukan perlawanan dengan cara yang damai---menulis, berdiskusi, menyebarkan selebaran---namun tetap dianggap ancaman oleh negara. Satu per satu dari mereka ditangkap, disiksa, dan hilang. Begitulah narasi pilu dalam Laut Bercerita dimulai.

Mengapa buku ini begitu penting bagi generasi muda? Pertama, karena ia membuka mata kita tentang sejarah yang seringkali tidak diajarkan secara mendalam di bangku sekolah. Peristiwa penghilangan paksa aktivis 1997/1998 bukan hanya sekadar angka dan nama di buku sejarah. Mereka adalah manusia, punya mimpi, keluarga, dan perjuangan. Lewat narasi fiksi yang dibalut dengan riset mendalam, Leila menghidupkan kembali ingatan akan mereka yang hilang. Dan membaca buku ini seolah membuat kita ikut merasakan ketakutan, keberanian, dan kehilangan yang mereka alami.

Kedua, Laut Bercerita mengajak kita memahami arti kebebasan---baik kebebasan berpikir, berbicara, maupun berekspresi. Di era digital seperti sekarang, kita dengan mudah mengungkapkan pendapat di media sosial. Tapi tak banyak yang sadar bahwa kemewahan itu adalah hasil dari perjuangan panjang generasi sebelumnya. Ketika membaca bagaimana Biru Laut dan kawan-kawannya harus berjuang untuk hal-hal yang kini kita anggap biasa, kita akan lebih menghargai kemerdekaan berpikir yang kita miliki hari ini.

Ketiga, buku ini menyentuh aspek kemanusiaan yang dalam. Salah satu kekuatan besar dari Laut Bercerita adalah cara ia menggambarkan sisi personal dari tragedi politik. Kita tidak hanya melihat penderitaan dari sisi aktivis, tapi juga dari keluarga mereka. Adik perempuan Biru Laut, Asmara Jati, menjadi simbol dari suara-suara keluarga korban penghilangan paksa yang terus mencari kejelasan dan keadilan, melalui kegiatan kamisan di depan Istana Negara. Babak kedua dari novel ini ditulis dari sudut pandang Asmara, yang penuh dengan kesedihan, penantian, dan harapan yang tak pernah padam.

Narasi semacam ini sangat penting untuk membangun empati. Generasi muda yang tumbuh di zaman yang relatif damai perlu disadarkan bahwa kedamaian bukanlah sesuatu yang jatuh dari langit. Ia hasil dari perjuangan, dan tugas kita hari ini adalah menjaganya---dengan peduli, dengan membaca, dan dengan tidak melupakan.

Secara gaya bahasa, Laut Bercerita juga sangat kuat. Leila S. Chudori berhasil meramu narasi yang puitis namun tetap tajam. Setiap kalimatnya penuh emosi dan makna. Gaya penulisan yang detail namun tidak bertele-tele membuat pembaca mudah hanyut dalam cerita, bahkan hingga halaman terakhir. Leila bukan hanya bercerita, tapi juga mengajak pembaca ikut hidup dalam cerita itu. Kita dibuat bertanya: jika kita hidup di masa itu, apakah kita akan diam atau ikut bersuara?

Selain itu, Laut Bercerita juga mengingatkan kita bahwa sejarah bukan hanya milik para pemenang. Suara-suara yang terpinggirkan, yang dibungkam, yang dikubur dalam sunyi, tetap punya tempat dalam catatan sejarah, dan novel ini adalah salah satu cara untuk memberi mereka ruang bicara. Membaca buku ini berarti memberikan ruang pada ingatan, dan pada mereka yang tidak sempat pulang.

Sebagai generasi muda, penting bagi kita untuk tidak hanya fokus pada masa depan, tetapi juga melihat ke belakang---belajar dari masa lalu agar tidak mengulang kesalahan yang sama. Buku ini adalah salah satu jendela untuk itu. Ia tidak menggurui, tapi membekas. Ia tidak menyodorkan kesimpulan, tapi mengajak merenung.

Di tengah banjir informasi dan hiburan instan, membaca buku seperti Laut Bercerita bisa menjadi bentuk perlawanan kecil: melawan lupa, melawan abai, dan melawan ketidakpedulian. Dan bukankah itu yang juga diperjuangkan oleh tokoh-tokoh dalam novel ini?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline