Lihat ke Halaman Asli

Kenesya melani putri

Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Resume : Belajar Dari Nepal, Demokrasi yang Berdarah

Diperbarui: 30 September 2025   23:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pada awal, artikel menjelaskan bahwa pemicu kerusuhan di Nepal adalah kebijakan larangan terhadap beberapa platform media sosial oleh pemerintah. Larangan ini memicu kemarahan publik karena dianggap sebagai pengekangan terhadap kebebasan berbicara dan ruang kritis masyarakat. Demonstrasi yang awalnya bertujuan protes terhadap kebijakan digital meluas menjadi unjuk rasa besar dengan tuntutan lebih luas.

Namun, respon negara terhadap protes ini adalah kekerasan: gas air mata, peluru karet, bahkan senjata api digunakan untuk membungkam demonstran --- dan banyak korban jiwa berjatuhan. Artikel menggambarkan bahwa ini bukan sekadar kegagalan kebijakan teknis, melainkan kegagalan komunikasi antara negara dan rakyat. Negara memilih membungkam kritik daripada menjalin dialog.

Penulis menekankan bahwa demokrasi sejati bukan hanya soal pemilu atau prosedur formal, melainkan soal hubungan yang sehat antara negara dan warga. Apabila negara menutup ruang kritik dan menolak mendengar, legitimasi politiknya akan rapuh. Kasus Nepal menjadi peringatan bahwa demokrasi bisa berdarah jika negara gagal menjaga tata komunikasi publik dan kepercayaan masyarakat.


Menurut saya, artikel ini menyentuh poin penting: bahwa demokrasi tidak boleh hanya tampak "kosmetik" melalui pemilihan umum, tetapi harus melibatkan penghormatan aktif terhadap kebebasan berpendapat dan dialog. Kasus Nepal menjadi pelajaran bahwa ketika negara takut dikritik dan menutup ruang publik, maka kekerasan bisa menjadi jawaban. Di Indonesia pun, peringatan seperti ini relevan: kita harus waspada agar kebijakan tak menjelma jadi pembatas yang mengekang dalam nama stabilitas. Demokrasi harus terus dijaga lewat dialog terbuka, transparansi, dan keberanian mengakui kesalahan.

Kenesya Melani Putri-

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline