Innalillahi wainnailaihi rajiun. Dunia seni dan budaya Indonesia berduka. Pada hari Rabu malam, 10 September 2025, pukul 22.55 WIB, seorang maestro tari Sunda, Irawati Durban Ardjo, telah berpulang ke Rahmatullah.
Ia wafat di usia 82 tahun, meninggalkan warisan seni yang tak ternilai harganya. Kabar duka ini menyebar cepat di media sosial, terutama melalui unggahan di akun Facebook pribadinya.
Ucapan "Selamat jalan Maestro Tari Irawati Durban" dan doa pun membanjiri laman tersebut. Kepergiannya adalah kehilangan besar, tidak hanya bagi keluarga dan komunitas seniman, tetapi juga bagi seluruh masyarakat yang mencintai budaya Sunda.
Jenazah Irawati dimakamkan pada keesokan harinya, Kamis, 11 September 2025, di San Diego Hills Memorial Park. Sebelum pemakaman, jenazah disemayamkan di rumah duka yang terletak di Jalan Gunung Putri Ciumbuleuit, Bandung.
Di sana, keluarga dan kerabat memberikan penghormatan terakhir. Suasana duka menyelimuti, tetapi juga diiringi dengan kenangan manis tentang sosoknya yang berdedikasi tinggi.
Irawati Durban, atau akrab disapa Bi Yayang, adalah nama yang tidak bisa dipisahkan dari perkembangan tari Sunda modern. Ia adalah seorang penari, koreografer, dan pelestari budaya yang telah menghabiskan seluruh hidupnya untuk seni.
Perjalanan Panjang Seorang Maestro
Irawati Jogasuria Ardjo lahir di Bandung pada 22 Mei 1943. Sejak kecil, ia sudah menunjukkan bakat dan kecintaan yang luar biasa pada seni tari. Ia mulai menari sejak usia belia.
Debutnya di panggung tari dimulai pada tahun 1955, saat usianya baru 12 tahun. Dari situ, jalan hidupnya sebagai seniman terbuka lebar. Ia tidak hanya menjadi penari, tetapi juga seorang pencipta karya. Ia berhasil menggabungkan tradisi dengan inovasi, menciptakan karya-karya baru yang tetap berakar pada budaya Sunda.
Pada tahun 1965, ia melakukan renovasi pada beberapa tarian klasik Sunda, seperti Tari Merak, Surengpati, dan Srenggana. Langkah ini menunjukkan visinya yang jauh ke depan, yaitu menjaga agar tarian tradisional tetap relevan dan bisa dinikmati oleh generasi baru.
Ia tidak berhenti di situ. Irawati juga menciptakan karya-karya orisinal yang ikonik. Di antaranya adalah Tari Balon (1956), Tari Bambu (1961), Tari Puspa Apsari (1977), dan Tari Simbar Kembar (1979). Karya-karya ini menjadi bukti kemampuannya dalam berkreasi sambil tetap menghormati tradisi.