Saya berasal dari keluarga petani. Sebagai anak petani, sejak kecil saya sudah terbiasa membantu orangtua dalam kegiatan pertanian mulai dari pengolahan lahan, penanaman, perawatan tanaman, pemanenan, hingga pengangkutan hasil panen.
Selain mengajarkan anak tentang pertanian, proses itu mengajarkan tentang kerja keras, tanggung jawab, kesederhanaan, kebersamaan, dan pentingnya menjaga lingkungan.
Meskipun sekarang saya bekerja sebagai seorang ASN (Aparatur Sipil Negara), saya selalu merindukan masa-masa dimana bisa bekerja di ladang dengan menghirup udara segar, memandang tanaman-tanaman hijau, mendengar kicauan burung, dan menikmati buah-buahan segar.
Kerinduan menjadi petani selalu muncul, tetapi sangat sulit mencari lahan pertanian di kota tempat saya tinggal. Kerinduan menjadi petani semakin terasa setelah berumahtangga, dimana semua kebutuhan dapur harus dibeli di pasar.
Akhirnya, saya memanfaatkan pekarangan rumah untuk menanam tanaman seperti sayur dan bumbu secara organik. Saya menanam cabai, jahe, kunyit, lengkuas, serai, kacang, kangkung, dan daun pandan.
Ketika tinggal di Manado, selama kurang lebih dua tahun kami tidak perlu membeli cabai karena tersedia di depan rumah.
Kini, setelah tinggal di Depok, saya tetap memanfaatkan pekarangan rumah untuk keperluan dapur. Galon-galon air mineral bekas yang saya dapatkan secara gratis, dijadikan sebagai wadah tanaman.
Tidak perlu membeli apa pun termasuk tanah dan pupuknya. Tanahnya bisa didapatkan secara gratis di sekitar perumahan. Meskipun tanahnya kurang subur, tetapi bisa ditambah dengan pupuk organik dari penguraian sisa makanan (kulit buah, sayur, dan daun-daunan) yang saya kelola sendiri. Hasil tanaman memang kurang maksimal, tetapi rasa damai hinggap pada hati yang mengerjakannya.
Kerinduan menjadi petani tidak pernah berhenti. Rasanya ingin segera pensiun dini dari pekerjaan agar bisa menjadi petani. Akan tetapi, pensiun dini punya aturan, yakni masa kerja minimal 20 tahun.
Sementara saya baru bekerja sekitar 11 tahun, sehingga belum bisa pensiun dini. Kalaupun pensiun dini, berarti saya harus menunggu sembilan tahun lagi. Namun, perlu juga realistis jika pensiun dini pun nantinya, harus memiliki modal yang cukup. Modal memang bukan segalanya, tetapi semuanya butuh modal.