Lihat ke Halaman Asli

Jessicha HardeantiGunawan

Universitas Jember

Kisah Tukang Tambal Ban yang Dibayar Seikhlasnya

Diperbarui: 9 Juni 2023   13:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi Pribadi

Seorang Pahlawan di Tepi Jalan: Kisah Tukang Tambal Ban yang Dibayar Seikhlasnya

Di tepi jalan di daerah Gebang, Jember, terdapat seorang pahlawan sederhana yang mendedikasikan hidupnya untuk bekerja. Untuk menambal ban dia tidak mematok harga kepada pelanggan. "Boleh membayar seikhlasnya" katanya dengan tersenyum lembut.

Di usianya yang senja dia tetap memiliki semangat yang membara. Pak Ali, seorang tukang tambal ban berusia 70 tahun, yang lahir pada tahun 1954. Meski sudah berada di usia yang terbilang sudah lanjut, tidak membuatnya berdiam diri menunggu bantuan belas kasihan dari orang lain dan tetap semangat kerja.

Dalam bekerja, beliau setiap hari mangkal di bawah rimbunnya pohon di depan rumah seseorang yang sudah dipercayakan untuk menyimpan alat-alat bengkelnya. Tempat yang strategis untuk membuka usaha. sebab, di sekelilingnya tidak ada pesaing bengkel lain.

Beliau mengaku mulai  bekerja dari saat matahari tepat diatas kepala hingga tengah malam dengan peralatan seadanya. Menurutnya jika bekas pun tak masalah asalkan barang-barang tersebut dirawat dengan baik.

Kariernya sebagai penambal ban sudah dimulai sejak 18 tahun lalu, sejak awal dia tidak pernah pindah tempat mangkal.

Mula-mula beliau mengawali karirnya sebagai penambal ban bakar. Metode ban bakar ini banyak dijumpai di sejumlah titik-titik di Kota Jember, ban bocor akan ditambal dengan karet hitam yang ditekan oleh lempengan besi, sementara di bagian bawah lempengan dipanaskan menggunakan bara api agar karet melekat pada bagian ban dalam yang bocor.

Beliau tidak pernah menyebutkan nominal pengunjung yang datang tidak menentu. kadang kala hanya 1-5 orang atau bahkan tidak ada sama sekali, meskipun begitu beliau tidak pernah mengeluh ataupun meratapi nasibnya, lelaki paruh baya itu sudah bisa tersenyum lega atas penghasilan yang didapatkannya meski hanya cukup menutupi biaya makan beberapa hari, bahkan terkadang pulang dengan tangan kosong.

Beliau bekerja dari siang hingga malam dengan bermodal peralatan sederhana dan hanya beratapkan payung. Beliau lakukan itu untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya.

Penghasilan yang diperoleh tidak menentu, terlebih lagi Pak Ali telah mengubah konsep membayar dalam dunia yang serba materi menjadi suatu yang lebih bernilai. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline