Lihat ke Halaman Asli

Jemi Kudiai

Pemerhati Governace, Ekopol, Sosbud

Fenomena BerMedSos: Satu Kata Dulu vs Selalu Terungkap Satu Kalimat

Diperbarui: 15 September 2025   19:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fenomena BerMedSos: Satu Kata Dulu vs Terungkap Satu Kalimat. JK.doc

Kadang saya mengamati di media sosial seperti FBpro, banyak konten creator mengugkapan, ajakan kepada lawan komunikasi bahwa: Bro satu kata dulu untuk hari ini justri ungkapan dan tanggapan tersebut dalam sebuah kalimat, seperti: semoga hari ini kita dapat beraktivitas dengan baik.Pada hal satu kata yang di maksus adalah conto: Baik.

Media sosial hari ini telah menjadi ruang komunikasi yang sangat terbuka. Tidak hanya untuk kaum muda, tetapi juga untuk pejabat publik, akademisi, hingga tokoh masyarakat. Apa yang ditulis di media sosial bisa cepat sekali menyebar, ditanggapi, bahkan dipelintir. Di Papua, fenomena ini makin menarik, terutama ketika kita melihat bagaimana pejabat publik berkomunikasi di akun resmi, misalnya di Facebook PRO.

Fenomena yang paling sering menimbulkan salah paham adalah penggunaan bahasa satu kata versus satu kalimat. Apa maksudnya? Satu kata biasanya dipakai untuk menunjukkan ketegasan atau konfirmasi singkat. Sedangkan satu kalimat digunakan untuk menjelaskan sesuatu secara lebih lengkap. Dua bentuk bahasa ini sebenarnya sama-sama penting, tetapi dalam praktiknya sering salah tempat sehingga menimbulkan salah tafsir.

Ringkas tapi Multitafsir

Bahasa satu kata sangat populer di media sosial. Contoh yang paling sering kita baca adalah siap, oke, mantap, hadir, gas, atau lancar. Kata-kata ini singkat, ringkas, tegas, dan terkesan akrab. Generasi muda sangat menyukai gaya ini karena cepat, tidak bertele-tele, dan sesuai dengan ritme komunikasi digital yang serba instan.

Namun, kelebihan ringkas ini juga sekaligus kelemahan. Satu kata sering menimbulkan multitafsir, bergantung pada konteks dan siapa yang membacanya. Misalnya, seorang warga bertanya di FBpro: "Pak Camat, jadi hadir dalam acara besok?" Lalu sang pejabat menjawab singkat: "Hadir."

Bagi sebagian orang, kata hadir adalah tanda komitmen. Tetapi bagi sebagian yang lain, kata itu bisa dianggap terlalu dingin, tidak sopan, atau sekadar formalitas tanpa niat sungguh-sungguh. Di sinilah terlihat bahwa bahasa satu kata tidak cukup aman dipakai dalam semua situasi, terutama untuk komunikasi resmi.

Lengkap tapi Kadang Terasa Formal

Sebaliknya, ada juga pejabat publik yang terbiasa menjawab dengan kalimat panjang. Maka contohnya: "Saya akan hadir dalam acara besok karena ini penting untuk pembangunan daerah kita."

Kalimat semacam ini jelas, informatif, dan minim salah tafsir. Publik mendapat kepastian yang utuh, bahkan bisa merasakan keseriusan pejabat yang bersangkutan. Tetapi di media sosial, yang cenderung instan, jawaban semacam ini sering dianggap terlalu formal, seperti sedang berpidato. Warganet kadang menyindir dengan komentar: "Jawabannya panjang sekali, padahal cukup tulis 'hadir'."

Artinya, satu kalimat memang lebih jelas, tetapi bisa dianggap tidak sesuai dengan ritme komunikasi digital yang serba cepat.

Pola Komunikasi di FBpro

Di Papua, hal ini sangat sering terlihat di akun resmi pejabat atau FBpro. Polanya biasanya seperti ini: Pertanyaan singkat dari warga jawaban pejabat panjang. Warga bertanya "Sudah siap tanda tangan, Pak?" Jawaban: "Saya sudah siap untuk menandatangani dokumen ini demi kepentingan rakyat yang kita cintai bersama."

Akhirnya publik merasa jawaban ini terlalu berlebihan. Pertanyaan serius dari warga jawaban pejabat hanya satu kata. Contoh: Warga bertanya "Apakah bantuan sudah disalurkan sesuai janji, Pak?" baik Jawaban: "Lancar." Publik lalu menafsirkan jawaban itu sebagai sikap menghindar atau tidak serius. Dua pola ini berulang, dan hasilnya sama: komunikasi antara pejabat dan masyarakat menimbulkan salah paham.

Antara Etika dan Efektivitas

Komunikasi bukan hanya soal isi pesan, tetapi juga soal cara menyampaikannya oleh pejabat. Satu kata dan satu kalimat sama-sama punya fungsi, tetapi harus ditempatkan sesuai konteks. Jika pertanyaan hanya butuh konfirmasi, cukup satu kata: siap, hadir, lancar. Jika pertanyaan butuh penjelasan, gunakan satu kalimat agar publik tidak bingung.

Etika komunikasi juga menuntut pejabat menghargai audiens. Jangan sampai jawaban singkat dianggap meremehkan, dan jangan pula jawaban panjang terasa seperti pidato kosong. Keseimbangan antara singkat dan jelas inilah yang menjadi kunci komunikasi publik di media sosial.

Budaya Komunikasi Pejabat Papua

Budaya komunikasi pejabat di Papua sering kali masih dipengaruhi gaya orasi dan retorika. Di ruang formal, gaya bicara panjang memang dianggap wajar, bahkan perlu untuk meyakinkan audiens. Namun ketika dibawa ke ruang media sosial, gaya panjang ini justru sering bentrok dengan ekspektasi publik yang lebih menyukai jawaban cepat dan langsung.

Sebaliknya, saat mereka mencoba meniru gaya ringkas anak muda dengan satu kata, sering kali justru tidak tepat konteks. Alhasil, publik salah paham. Di sinilah pentingnya membangun literasi komunikasi digital bagi pejabat publik. Media sosial punya budaya sendiri. Tidak semua gaya komunikasi formal bisa dipindahkan begitu saja. Tidak semua gaya ringkas ala anak muda bisa diikuti tanpa memperhatikan konteks.

Antara satu kata dan satu kalimat, keduanya memiliki peran penting. Satu kata bisa menjadi simbol ketegasan, tapi juga bisa memunculkan salah paham. Satu kalimat bisa menjelaskan dengan detail, tapi juga bisa dianggap bertele-tele.

Yang paling penting adalah kesadaran konteks antara KATA dan KALIMAT. Seorang pejabat publik harus peka: kapan cukup menjawab dengan satu kata, kapan perlu menggunakan satu kalimat. Dengan begitu, komunikasi publik bisa lebih efektif dan etis, terlihat kecerdasan intelektual.

Media sosial seharusnya tidak menjadi ruang yang penuh salah tafsir. Sebaliknya, ia bisa menjadi jembatan kepercayaan antara pemerintah dan rakyat, jika bahasa ditempatkan dengan tepat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline