Lihat ke Halaman Asli

Jati Kumoro

nulis di podjok pawon

Mahapralaya: Runtuhnya Kerajaan Medang di Jawa Timur

Diperbarui: 12 Agustus 2020   16:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

http://ngalam.id/read/1008/prasasti-turyyan/

Pada awal mula pemerintahannya, Mpu Sindok yang bergelar Sri Maharaja Rakai Hino Mpu Sindok Sri Isana Wikramadharmottunggadewa membangun pusat pemerintahannya di daerah Tamwlang  (prasasti Turyyan, 929 M).

Beberapa tahun kemudian memindahlan pusat pemerintahannya ke Watugaluh (prasasti Anjuk Ladang, 937 M). Kedua daerah ini sekarang berada di daerah sekitar Kabupaten Jombang Jawa Timur.

https://jawatimuran.wordpress.com

Mpu Sindok (929-947 M) menyatakan bahwa kerajaan yang didirikannya  itu adalah sebagai kelanjutan dari pemerintahan Medang (Mataram Kuno) yang dahulunya berada di Jawa Tengah, sebagaimana yang dituliskannya di prasasti Anjuk Ladang (937 M). “...kita prassidha manraksa kadatwan rakyanta i mdang i bhumi mataram ...”, yang artinya kita berhasil memelihara kerajaan leluhur yang berada di Medang di bumi Mataram.

Pemerintahan Medang selama Mpu Sindok berkuasa dapat dikatakan berjalan dengan aman dan tentram. Hal ini dapai dilihat pada sebagian besar prasasti yang dibuat pada masa pemerintahannya yang berisikan pemberian hadiah berupa hak tanah “sima” untuk perawatan bangunan-bangunan suci yang ada didirikan di daerah tersebut.

Selain itu juga Mpu Sindok telah memerintahkan kepada seorang pujangga yang bernama Sri Sambara Suryawarana untuk menuliskan kitab yang berjudul Sang Hyang Kamahayanikan, sebuah kitab yang berisi tentang ajaran Budha Tantrayana. Sementara Mpu Sindok sendiri adalah seorang penganut Siwa (Hindu).

http://jombangcityguide.blogspot.com

Sepeninggal Mpu Sindok, berdasarkan prasasti Pucangan (1042 M), prasasti yang dibuat oleh raja Airlangga di Kahuripan, menyebutkan bahwa pengganti Mpu Sindok adalah putrinya yang bernama Sri Isana Tunggawijaya. Sri Isana Tunggawijaya ini menikah dengan Sri Lokapala, seorang bangsawan dari Bali.

Tidak diketahui dengan pasti hingga sampai kapan Sri Isana Tunggawijaya ini memerintah kerajaan Medang, prasasti Pucangan (1042) hanya menyebutkan bahwa penggantinya adalah putranya yang bernama Sri Makuta Wangsawardhana.

Sri Makuta Wangsawardhana ini memiliki dua orang anak yaitu Sri Dharmawangsa Teguh dan Mahendradatta (Gunapriyadharmapatni). Dharmawangsa Tguh kemudian menggantikan ayahnya menjadi raja di Medang dan kemudian memindahkan pusat pemerintahannya ke Wwatan (daerah di sekitar Madiun).

Sedangkan Mahendradatta atau Gunapriyadharmapatni ini  menikah dengan Raja Udayana dari keluarga Warmadewa yang berkuasa di Bali. Dari perkawinan ini kemudian lahirlah Airlangga, yang nantinya akan menjadi menantu Dharmawangsa Teguh dan mendirikan kerajaan di Kahuripan.

Pada masa pemerintahan Dhawrmawangsa Teguh (991-1016 M), kerajaan Medang semakin berkembang. Dalam bisang kesusateraan misalnya, Raja Dharmawangsa memerintahkan untuk mengalihbahasakan kisah Mahabharatta ke dalam bahasa Jawa Kuno.

Dalam bidang politik rupanya raja Dharmawangsa ini meneruskan apa yang dilakukan oleh Sri Makuta Wangsawardhanan yaitu mengirimkan kekuatan militernya untuk menaklukan kerajaan Sriwijaya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline