Pertumbuhan Ekonomi: Target Tinggi, Realisasi Menantang
Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap berada di kisaran 5--5,5 persen pada 2025. Angka ini dianggap ideal untuk menjaga momentum pembangunan, sekaligus menciptakan lapangan kerja baru. Namun, realisasi target tersebut tidaklah mudah.
Beberapa faktor eksternal seperti pelemahan ekonomi global, konflik geopolitik, hingga perlambatan perdagangan internasional masih menjadi ancaman serius. Bank Dunia dan IMF bahkan memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia hanya berkisar 2,5--3 persen. Jika permintaan global menurun, ekspor Indonesia---khususnya komoditas seperti batu bara, CPO, dan nikel---akan ikut tertekan.
Di sisi domestik, investasi tetap menjadi motor utama. Program hilirisasi yang digencarkan pemerintah di sektor tambang dan energi diharapkan dapat mendorong nilai tambah industri. Namun, keberhasilan program ini masih membutuhkan dukungan regulasi yang konsisten, kepastian hukum, dan infrastruktur yang memadai.
Inflasi: Ancaman dari Harga Pangan dan Energi
Selain pertumbuhan, inflasi juga menjadi isu penting pada 2025. Bank Indonesia menargetkan inflasi tetap berada di level 2,5--4 persen. Meski begitu, gejolak harga pangan masih rawan terjadi akibat faktor cuaca ekstrem dan perubahan iklim. Fenomena El Nino dan gangguan distribusi kerap membuat harga beras, cabai, dan kebutuhan pokok lainnya berfluktuasi tajam.
Selain itu, harga energi global juga tidak bisa diabaikan. Ketergantungan pada impor minyak membuat Indonesia rentan terhadap kenaikan harga minyak dunia. Jika harga minyak mentah menembus level tinggi, subsidi energi akan membengkak dan berpotensi mengganggu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Untuk menjaga inflasi tetap terkendali, koordinasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan Bank Indonesia mutlak diperlukan. Operasi pasar, perbaikan rantai distribusi, serta pemanfaatan teknologi dalam sistem logistik dapat membantu menekan gejolak harga pangan.
Stabilitas Rupiah: Antara Tekanan Global dan Kepercayaan Investor
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga menjadi fokus utama pada 2025. Ketidakpastian kebijakan moneter global, khususnya dari Federal Reserve (The Fed), masih akan menekan pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia. Jika The Fed menunda penurunan suku bunga, arus modal berpotensi keluar (capital outflow), sehingga melemahkan rupiah.
Meski begitu, cadangan devisa Indonesia yang relatif kuat dan kinerja ekspor yang tetap solid bisa menjadi bantalan. Bank Indonesia juga memiliki instrumen kebijakan moneter seperti intervensi pasar valas, penggunaan instrumen sekuritas valas, hingga kerja sama dengan bank sentral negara lain. Stabilitas rupiah sangat penting karena berhubungan langsung dengan biaya impor, inflasi, serta kepercayaan investor asing terhadap perekonomian nasional.