Waktu dan tenaga kita lebih banyak mengurus tanda, lambang dan simbol. Negeri kita gaduh bahkan terancam konflik horizontal gara-gara barang-barang antik ini.
Memang benar bahwasanya simbol, lambang maupun tanda tersebut harus dihormati karena telah menjadi jati diri bangsa, jati diri kita.
Wajah dan ruh Indonesia ada dalam simbol-simbol tersebut.
Namun sayang, kita terjebak dalam nasionalisme simbolik. Rasa cinta terhadap negara-bangsa lebih tajam ke ruang simbol dari pada makna dibalik simbol itu ada.
Kita kadang memisahkan antara simbol dan makna. Seakan-akan keduanya institusi yang berbeda.
Padahal simbol dan makna adalah satu kesatuan yang tidak bisa berdiri sendiri.
Mari kita sedikit masuk ke ranah simbol negara. Apa makna dibalik simbol negara?
Secara historis maupun sosiologis, terbentuknya simbol-simbol yang kemudian menjadi konsensus bersama untuk dihormati ini, mengacu pada 'kemanusiaan manusia Indonesia'. Ini yang paling mendasar.
Bahwa proses lahir hingga terbentuknya simbol negara tidak bisa dilepaskan dari refleksi kemanusiaan yang selama sekian tahun ditindas dan diperlakukan tidak adil hingga kemanusiaan itu tercerabut dari dalam diri manusia Indonesia.
Mengutip Soekarno, exploitation de l’home par l’home. Manusia yang menghisap manusia yang lainnya.
Itulah hal yang paling mendasar jika kita mempeributkan tentang simbol negara. Bahkan jika mau jujur, negara (pemerintah) itu sendiri adalah simbol dari rakyatnya.