Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Di Asia, 14 Persen Obat-obatan Ditemukan Telah Kedaluwarsa dan Palsu

Diperbarui: 9 September 2018   09:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (Sumber: pharmamicroresources.com)

Laporan "Reuters" seperti dikutip "VOA Indonesia" (Satu dari 8 Obat Penting Kemungkinan Palsu, 5/9-2018) menyebutkan bahwa hasil sebuah riset menunjukkan kemungkinan 1 dari 8 obat penting (esensial) yang beredar di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah kemungkinan palsu atau mengandung bahan-bahan berbahaya.

Hasil riset ini jadi penting bagi masyarakat karena Indonesia termasuk dalam kategori riset tersebut, yaitu negara berpenghasian rendah atau menengah. Polri sendiri pernah membongkar "pabrik" jamu dan obat palsu di Jakarta Timur dengan omset 3 miliar rupiah per bulan (m.metrotvnews.com, 29/10-2016). Obat-obat yang dipalsukan antara lain adalah obat-obat yang laris, terutama antibiotik, daftar G yang dijual bebas di toko obat dan sebagian besar apotek.

Penjualan obat daftar G (harus pakai resep dokter) secara bebas, khususnya antibiotik, akan berdampak buruk terhadap kesehatan karena bisa terjadi resistensi terhadap antibiotik sehingga infeksi karena kuman atau bakteri pun bisa mematikan 

[Baca juga: Resistensi Antibiotik, Kelak Infeksi Bakteri Pun Bisa Jadi Penyebab Kematian]

Peneliti yang melakukan riset obat-obatan tersebut memeriksa lebih dari 350 penelitian yang menguji 400.000 ribu sampel obat di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Hasilnya?

Hampir 14 persen dari sampel yang diuji merupakan obat tiruan, yang kedaluwarsa atau berkualitas rendah. Itu artinya obat-obatan itu tidak seaman dan memiliki dampak fektif yang diharapkan oleh para pasien. Secara keseluruhan, sekitar 19 persen obat anti-malaria dan 12 persen antibiotik dipalsukan atau tidak aman dikonsumsi.

Penelitian terkait dengan obat palsu atau obat yang tidak aman dilakujkan di Afrika. Dalam laporan peneliti di JAMA Network Open , dari 5 obat yang diuji di Afrika, 1 di antarnya adalah obat palsu atau berpotensi tidak aman dipakai.

Penelitian lain dilakukan di Asia yaitu sepertiga dari keseluruhan penelitian. Peneliti menemukan sekitar 14 persen obat-obatan di yang beredar di Asia sudah tidak aman dikonsumsi atau palsu.

Selain tidak aman obat palsu juga ada yang hanya terbuat atau berisi tepung dan vitamin. Hal ini membuat warga yang membeli obat tiruan atau palsu tersebut akan mengalami masalah kesehatan karena obat-obat yang mereka minum sama sekali tidak berguna. Ini terjadi karena obat itu hanya terbuat atau berisi tepung,

Penulis utama studi mengenai obat-obatang tersebut, Sachiko Ozawa dari Universitas California Utara di Chapel Hill, AS mengatakan obat-obat berkualitas rendah hanya memiliki sedikit atau bahkan sama sekali tidak mengandung bahan aktif yang justru bisa memperpanjang waktu penyembuhan penyakit, kesalahan perawatan dan menyebabkan resistensi obat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline