Lihat ke Halaman Asli

Ikke NVS

Penulis

Persimpangan Rasa dan Rencana

Diperbarui: 29 Juni 2025   21:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : Bing Image Creator

Di sebuah kota kecil yang hangat, tapi sedang menggeliat dengan perkembangan ekonominya belakangan ini. Tinggal seorang pria dengan sosoknya yang sederhana, lulusan Industri yang sejal lama bermimpi ingin memiliki usaha sendiri. Jaya.

Sejak kecil, ia terpesona oleh cara ayahnya berdagang di pasar. Memilih bahan terbaik, menata dengan rapi dan melayani tanpa lepas senyum dari wajahnya. 

Sekarang, bisnis justru lebih banyak bergerak di balik layar digital, itulah medan baru yang ingin Jaya taklukkan.

Warung kopi atau biasa dikenal senagai Coffee Shop, bergaya modern yang tidak hanya menjual minuman tapi juga pengalaman. Tempat bagi orang-orang duduk berbincang atau bekerja, ia telah menyiapkan konsep, lokasi dan bahkan punya nama untuk usahanya. A Whises Cafe.

Baginya, setiap cangkir kopi menyimpan cerita, ia ingin menciptakan tempat bagi kisah-kisah itu tumbuh. Namun, saat semua tampak hampir siap, datanglah Rio. Teman lama dari bangku sekolah, membawa tawaran yang mengguncang. Dia adalah pria cerdas, penuh semangat dan kini telah sukses merintis stsrt up logistik. Ia ingin melebarkan sayap untuk membuka lini usaha kuliner sebagai bagia dari ekspansi. Ia butuh mitra, jelasnya ia membutuhkan Jaya.

"Daripada mulai dari nol, kenapa nggak ikut aku aja?" ujar Rio, sambil menyodorkan presentasi di laptopnya. "Modal sudah aman, tim pun ada dan siap membantu. Kau tinggal bawa konsep dan kita lakukan kolaborasi."

Jaya diam, menatap layar yang disuguhkan di hadapan. Di sana sudah tertera nama besar Rio, rencana rinci dan strategi pasar menjanjikan. Namun, entah mengapa hatinya terasa jauh, seperti berdiri pada sebuah jalan bercabang. Ia menatap dua jalur yang sama-sama menjanjikan tapi berbeda dalam rasa dan riuh.

Waktu terus berlalu, Jaya menghabiskan detik demi menit lebih banyak di bangku taman. Ia merenung, mencoret buku catatan yang menjadi tumpahan segala rasanya. Ia pun bawa pada sang ibu, satu-satunya orang yang sekarang dimiliki.

"Bu, menurutmu bagaimana. Apa lebih baik Jaya jalankan ini sendiri, atau bergabung dengan tawaran Rio?"

Sang ibu tersenyum, lalu menatap langit sore yang mulai keemasan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline