Lihat ke Halaman Asli

Speak Up and Be Counted

Diperbarui: 25 September 2015   16:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Saya suka cari aman dalam bersosialisasi. Intinya pas banget dengan ceritanya Mas Hendri. Cuma saya belum bisa berinisiatif untuk keluar dari zona nyaman. Saya tidak tahu bagaimana memulainya. Ada perasaan geli dan canggung kalau saya memaksakan diri untuk bersosialisasi dengan teman-teman atau orang sekitar. Mungkin mas bisa ngasih kesan awal-awal peralihan yang bisa mengubah pribadi seseorang dari introvert ke extrovert?"

Berikut isi surel -yang aku bahasakan ulang- dari salah satu sobat Kompasiana (saya sebut saja Bung R) sebagai respon atas tulisanku yang berjudul "Introvert yang Memberontak". Sebuah pertanyaan menarik yang mungkin muncul juga di batinku saat aku masih seorang introvert yang belum beradaptasi. Aku tidak tahu seberapa banyak sobat yang punya pertanyaan serupa. Kalau pun tidak ada, aku merasa harus menulis artikel ini -paling tidak- untuk menjawab surel-nya Bung R :)

Pertama, ijinkan aku untuk mengapresiasi Bung R atas niatnya (atau kalau boleh aku bilang keberaniannya) mengirim surel dan bertanya. Kenapa? Karena tindakan tersebut sudah merupakan modal yang berharga baginya untuk mulai membuka pintu bersosialisasi. Aku menduga ada sobat lain yang sebenarnya ingin menanyakan hal yang sama -atau gak ada ya? Aku yang terlalu geer saja :)- tetapi mereka tidak berinisiatif melakukannya. Jadi kalau Bung R sudah meniatkan diri mengirimkan email, that's a great move to change. Karena ada teori yang mengatakan bahwa kalau kita ingin mengubah sesuatu (terlebih kebiasaaan), segala sesuatu harus dimulai dengan adanya niat (intensi). Setuju?

Selanjutnya setelah ada niat, apa yang bisa dilakukan? Jawabannya sederhana : SPEAK UP!

Sebuah niat atau tekad atau resolusi kalau tidak diekspresikan sama saja dengan tidak melakukan apa-apa. Setuju dengan pernyataan itu? Hal ini berlaku juga bagi seorang intorvert yang ingin beradaptasi ke arah ekstrovert. Memang benar kalau ada rasa enggan, malas, canggung, atau risih ketika kita melakukan sesuatu di luar kebiasaan kita. Tapi kalau kita tidak memulainya, bisa dipastikan niat tersebut perlahan tapi pasti padam. Akhirnya perubahan tidak terjadi.

Kalau begitu, untuk melakukannya harus mulai dari mana?

Kalau aku boleh usul, mulai dengan perbanyak mengobrol dengan orang lain. Wah ... usul yang sepele bukan? Iya bagi mereka yang ekstrovert. Tetapi bagi introvert, mengobrol adalah sebuah kegiatan yang 'menakutkan'. Atau kalau aku perhalus bahasanya, mengajak orang lain mengobrol, apalagi dengan orang baru, bagi orang introvert adalah sebuah ketidaknyamanan.

Lantas, apakah ada tips untuk itu? Jawabannya pasti ada. Namun sebelum aku beberkan tipsnya, pernahkah sobat melihat atau berada dalam kondisi seperti ini?

Sebutlah ada dua orang yang baru berkenalan dalam suatu pertemuan. Setelah 'berkenalan' dengan menyebutkan sejumlah data utama seperti nama, tinggal di mana, kerja di mana, dll ... suasana tiba-tiba menjadi hening sehening-heningnya. Apa pasal? Yup. Mereka tidak tahu harus ngobrol apa lagi alias kehabisan bahan bicara. Alhasil keduanya akan sama-sama mengheningkan cipta sambil berharap lawan bicaranya mulai mengajukan topik bicara.

Nah, orang-orang seperti apakah yang sering mengalami kejadian di atas? Sepengamatanku kebanyakan dari mereka adalah orang belakang layar (konteks perusahaan kami menyebutnya orang back office). Dan kalau menarik benang merahnya lebih jauh, tipe apakah mayoritas orang back office? Yup. Introvert.

Tempatku bekerja mendesain satu program pelatihan komunikasi yang dibingkai dengan tema "Speak Up and Be Counted". Sasaran dari pelatihan ini adalah membantu orang yang menghadapi kendala dalam berkomunikasi untuk mahir berbicara dalam berbagai situasi sehingga mereka bisa diperhitungkan, baik dalam dunia kerja maupun sosial. Dasar pemikiran adanya program ini juga karena ada riset yang mengatakan bahwa kemajuan karir seseorang sangat ditentukan oleh seberapa luwes orang tersebut dalam berkomunikasi. Sehingga kalau berbicara training pengembangan diri, tema komunikasi adalah tema abadi yang dibutuhkan oleh banyak orang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline