Lihat ke Halaman Asli

Anak Tiri Realita

Diperbarui: 23 Februari 2022   00:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hai!
Perkenalkan, aku adalah Anak Tiri Realita.
Namaku bukanlah hal penting yang harus kalian ketahui.
Sebagai gantinya,
aku akan menceritakan kepada kalian,
sedikit dari banyak kisahku.

Dulu, aku tinggal bersama ayah dan ibu kandungku.
Ayah kandungku bernama Kerja Keras.
Ibu kandungku bernama Harapan.
Dulu, ayah dan ibu tidak pernah membiarkanku kedinginan di malam hari.
Sebelum tidur, mereka selalu memelukku dan menanyakanku, apakah aku sudah cukup merasa hangat.

Kami bertiga hidup bahagia.
Sampai kami lupa,
Bahwa semua kemungkinan bisa terjadi pada kami.
Kemungkinan buruk,
kemungkinan baik.
Dan ternyata kemungkinan buruk lah yang menghampiri kami.

Aku masih ingat,
hari itu,
ibu meninggalkan ku.
Tanpa pamit,
tanpa menatap mataku.
Mungkin aku melakukan kesalahan sehingga ibu marah dan pergi meninggalkanku.
Punggung ibu semakin lama, semakin tidak terlihat.
Menghilang,
meninggalkanku yang sedang hilang arah.

Hari itu juga,
ayah muncul didepan mata kepalaku,
bersama seorang wanita yang tak kukenal.
Wanita itu tersenyum padaku.
Lain dengan ayah,
ayah tidak tersenyum padaku.
Wanita itu mulai menyapaku, dan mengatakan "Hai perkenalkan, namaku Realita, mulai sekarang akulah ibumu. Aku yang akan merawatmu"
Aku mulai menangis,
Sangat kencang.

Hari-hari berikutnya,
Aku selalu tertidur dengan telapak tangan yang terasa amat dingin.
Ayah tidak pernah perduli.
Semenjak ibu pergi, ayah tidak pernah memelukku lagi.
Apalagi ibu tiriku.

Dia,
Ibu Tiriku,
Setiap pagi yang ia lakukan adalah menyeduh teh rasa bersalah,

Memaksaku memakai baju pilihannya, seolah pilihanku tidak lah penting.

Dan malam hari nya,

Ia menyelimutiku dengan selimut keputusasaan,
Dan menceritakan dongeng-dongeng penuh keresahan.
Bagiku, ia tidak pernah merawatku dengan baik,
tidak seperti ibu kandungku.

Waktu terus berjalan,
sungguh tanpa ampun waktu terus berjalan.
Aku makin terbiasa,
hidup bersama ibu tiri yang merawatku dengan caranya sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline