Lihat ke Halaman Asli

Fika Lestari

Mahasiswa

polarisasi politik : mengancam demokrasi dan masa depan bangsa

Diperbarui: 22 Juni 2025   17:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Polarisasi politik, sebuah fenomena yang ditandai dengan perpecahan tajam dalam masyarakat berdasarkan ideologi, identitas, dan afiliasi politik, telah menjadi isu global yang semakin mengkhawatirkan. Di Indonesia, kita menyaksikan peningkatan polarisasi yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir, terutama menjelang dan setelah pemilihan umum. Perbedaan pendapat yang seharusnya menjadi kekayaan dalam demokrasi, kini berubah menjadi jurang pemisah yang mengancam persatuan dan kemajuan bangsa. Salah satu faktor utama yang memicu polarisasi adalah penyebaran informasi yang tidak terkendali melalui media sosial. Algoritma media sosial cenderung memperkuat keyakinan yang sudah ada, menciptakan "ruang gema" di mana pengguna hanya terpapar pada pandangan yang sejalan dengan mereka. Hal ini menyebabkan kurangnya pemahaman dan empati terhadap kelompok yang berbeda, serta meningkatkan intoleransi terhadap perbedaan pendapat.

Selain itu, politisasi identitas juga memainkan peran penting dalam memperdalam polarisasi. Kelompok-kelompok politik sering kali menggunakan isu-isu identitas seperti agama, etnis, dan ras untuk memobilisasi dukungan dan memenangkan kekuasaan. Taktik ini, meskipun efektif dalam jangka pendek, dapat merusak kohesi sosial dan menciptakan ketegangan antar kelompok dalam jangka panjang. Dampak dari polarisasi politik sangat merusak. Pertama, polarisasi menghambat kemampuan pemerintah untuk membuat kebijakan yang efektif dan inklusif. Ketika para politisi lebih fokus pada memenangkan pertarungan ideologis daripada mencari solusi kompromi, maka kepentingan publik sering kali diabaikan. Kebijakan yang dihasilkan cenderung partisan dan tidak berkelanjutan, karena selalu ada upaya untuk membatalkan atau mengubahnya ketika kelompok politik yang berbeda berkuasa. Kedua, polarisasi merusak kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi. Ketika masyarakat melihat bahwa politik hanya tentang perebutan kekuasaan dan kepentingan pribadi, mereka kehilangan kepercayaan pada pemerintah, parlemen, dan sistem peradilan. Hal ini dapat menyebabkan apatisme politik, ketidakstabilan sosial, dan bahkan kekerasan politik. Ketiga, polarisasi mengancam kebebasan berekspresi dan berpendapat. Dalam lingkungan yang sangat terpolarisasi, orang sering kali takut untuk menyampaikan pendapat mereka yang berbeda karena takut dicap, diintimidasi, atau dikucilkan. Hal ini dapat membungkam suara-suara moderat dan menghambat dialog yang konstruktif.

Untuk mengatasi tantangan polarisasi, diperlukan upaya bersama dari semua pihak, termasuk pemerintah, politisi, media, tokoh masyarakat, dan masyarakat sipil. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah untuk mengatur media sosial dan memerangi penyebaran informasi yang salah dan ujaran kebencian. Pendidikan tentang literasi media dan toleransi juga perlu ditingkatkan untuk membantu masyarakat membedakan antara fakta dan fiksi, serta menghargai perbedaan pendapat. Politisi harus bertanggung jawab dalam cara mereka berbicara dan bertindak. Mereka harus menghindari penggunaan retorika yang memecah belah dan fokus pada mencari titik temu untuk kepentingan bersama. Media juga memiliki peran penting dalam mengurangi polarisasi. Mereka harus menyajikan berita secara objektif dan berimbang, serta memberikan platform bagi berbagai perspektif untuk didengar.

Tokoh masyarakat, seperti pemimpin agama, tokoh adat, dan intelektual, dapat berperan sebagai jembatan penghubung antara kelompok-kelompok yang berbeda. Mereka dapat mempromosikan dialog, toleransi, dan kerjasama antar kelompok. Masyarakat sipil juga dapat berkontribusi dengan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang mempromosikan persatuan dan kesatuan, seperti forum diskusi, kampanye sosial, dan program pertukaran budaya.

Selain itu, penting untuk memperkuat institusi demokrasi dan menegakkan supremasi hukum. Pemerintah harus memastikan bahwa semua warga negara diperlakukan sama di depan hukum, tanpa memandang latar belakang politik, agama, atau etnis mereka. Sistem peradilan harus independen dan imparsial, sehingga dapat menyelesaikan sengketa secara adil dan transparan.

Mengatasi polarisasi politik adalah tugas yang berat dan membutuhkan waktu yang lama. Namun, jika kita tidak bertindak sekarang, kita berisiko kehilangan fondasi demokrasi kita dan mewariskan masyarakat yang terpecah belah kepada generasi mendatang. Mari kita bersama-sama membangun jembatan, bukan tembok, untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Mari kita jadikan perbedaan sebagai kekuatan, bukan sebagai sumber perpecahan. Dengan semangat persatuan dan gotong royong, kita dapat mengatasi tantangan polarisasi dan membangun bangsa yang adil, makmur, dan beradab.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline