Gubernur Jawa Barat kembali menjadi sorotan setelah mengutarakan gagasan yang radikal. Dedi Mulyadi atau yang biasa dipanggil KDM itu mengusulkan agar KB pria atau vasektomi menjadi syarat rakyat miskin boleh menerima bantuan sosial (bansos).
Gagasan tersebut muncul lantaran beliau seringkali menemukan keluarga miskin dengan belasan anak. Dan bukannya bersekolah, anak-anak itu malah disuruh orang tuanya berjualan. Ini merupakan tindakan tidak bertanggungjawab.
"Jangan punya banyak anak kalau tidak bisa menafkahi," ucapnya tegas dalam berbagai kesempatan.
Keluarga Berencana (KB) bukan program baru. Di tahun 1970, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) resmi dibentuk. Sampai hari ini, BKKBN eksis sebagai lembaga yang menangani program KB nasional.
Jargon "dua anak cukup" telah banyak digaungkan sejak era Orde Baru. Banyak masyarakat patuh dengan anjuran itu. Namun sebagian lainnya memilih tetap memiliki lebih dari dua anak. Ironisnya kebanyakan dari mereka yang memiliki banyak anak adalah masyarakat miskin.
Lalu apa yang sebenarnya dikehendaki Gubernur Jawa Barat dan KB Nasional? Bernahkan semakin sedikit populasi akan menjadikan negara lebih sejahtera?
Mengapa Disebut Keluarga Berencana
Ada alasan mengapa program pengendalian populasi disebut "keluarga berencana" dan bukan "keluarga sedikit anak". Karena memang tujuan utamanya bukan mengurangi populasi, namun melahirkan anak-anak yang berkualitas.
Mengutip situs Pemkab Buleleng, "Program KB menentukan kualitas keluarga, karena program ini dapat menyelamatkan kehidupan perempuan serta meningkatkan status kesehatan ibu terutama dalam mencegah kehamilan tak diinginkan, menjarangkan jarak kelahiran mengurangi risiko kematian bayi."
Artinya tujuan program KB adalah menjaga kualitas keluarga dan anak.