Lihat ke Halaman Asli

Pengaruh Kenaikan Tarif Pajak Pertambahan Nilai terhadap Tingkat Kepatuhan Pajak UMKM

Diperbarui: 21 Juli 2023   16:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi suatu jumlah yang dibayar dengan beban pajak berada di konsumen akhir. Pajak ini dibebankan minimal mulai dari tahap produksi hingga distribusi dengan provisi pajak terutang dikurangi dengan pajak dibayar sehubungan dengan pembelian. PPN menganut destination principle, yaitu pajak dikenakan di tempat tujuan barang atau jasa yang akan dikonsumsi. Total pajak yang dibayar oleh konsumen akhir setara dengan jumlah pajak yang dipungut pada tiap rantai.


Pada masa pandemi Covid-19, perekonomian di Indonesia mengalami kemerosotan dan tekanan. Atas permasalahan ini, diperlukan solusi untuk mendorong kembali pondasi perekonomian Indonesia. Pemerintah akhirnya membuat strategi dan mengambil langkah untuk melakukan reformasi perpajakan. Untuk membangun kembali perekonomian, hal yang dapat dilakukan adalah meningkatkan penerimaan negara, yaitu di bidang perpajakan. Maka dari itu, Pajak Pertambahan Nilai mengalami perubahan pada tarifnya. PPN dipilih karena cukup ideal sebagai solusi perbaikan APBN sebab tarif PPN di Indonesia masih relatif rendah dibandingkan dengan tarif PPN di negara-negara di benua Asia. Negara Filipina memiliki tarif PPN sebesar 12% dan bahkan tarif PPN di India mencapai 18%. Namun, dalam menentukan tarif ini memang tidak ada aturan khusus tetapi lebih disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan dari tiap-tiap negara. Sebab, setiap negara memiliki wewenangnya sendiri untuk menetapkan kebijakan tarif.


Sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, tarif PPN mengalami kenaikan dari 10% menjadi 11% per tanggal 1 April 2022. Dalam penerapannya, tentu hal ini mendatangkan pro kontra dari berbagai pihak. Walaupun banyak yang mendukung kebijakan ini dengan tujuan memulihkan usahanya setelah mengalami penurunan, banyak juga yang menilai bahwa keadaan belum cukup stabil dan khawatir akan terjadi penurunan daya beli masyarakat. Padahal, tujuan kenaikan tarif PPN adalah untuk memperbaiki Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara yang terkena dampak pandemi.


Namun, nyatanya ketidakpatuhan pajak meningkat setelah kenaikan tarif, terutama pada objek pajak Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang seharusnya menjadi potensi besar untuk menghadapi kemerosotan ekonomi. Pada tahun 2022, tercatat total pelaku UMKM yang terdaftar sebagai wajib pajak hanya sekitar 3,6% dengan tingkat kepatuhan sebesar 15%. Adapun faktor yang ketidakpatuhan pajak antara lain; tarif yang ditetapkan pemerintah dipandang terlalu tinggi sehingga pelaku UMKM merasa keberatan, hal-hal terkait tata cara yang rumit, serta yan paling penting adalah kurangnya edukasi dan pemahaman wajib pajak perihal ketentuan pajak. Maka, edukasi tentang pengetahuan perpajakan perlu diberikan agar wajib pajak dapat lebih meningkatkan kesadaran dan kepatuhan secara sukarela.


Pengesahan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan jelas tidak bertujuan untuk membebani rakyat. Undang-Undang HPP berpihak terhadap UMKM serta masyarakat yang tergolong berpenghasilan rendah. Alasannya karena UMKM mendapatkan dukungan yang dalam UU ini ditunjukkan dalam adanya kebijakan pengenaan lapisan tarif Pajak Penghasilan dan terdapat perubahan pada Penghasilan Tidak Kena Pajak bagi wajib pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang berlandaskan PP 23 Tahun 2018. Pelaku UMKM diberikan keuntungan akibat perubahan ini karena pengenaan tarif PPh 5% sekarang diberikan untuk Penghasilan Kena Pajak hingga Rp60.000.000. Selain itu, insentif lain diberikan seperti pembatasan dalam penghasilan bruto tidak kena pajak hingga Rp500.000.000 dalam 1 tahun bagi UMKM, artinya UMKM yang memiliki omset sampai dengan total Rp500.000.000 dalam 1 tahun tidak perlu membayar PPh final 0,5%. Sebaliknya, jika lebih maka penghitungan pajak dikenakan PPh final 0,5%.

Dengan fasilitas dan keuntungan yang akan didapatkan seperti yang telah dipaparkan di atas, langkah selanjutnya untuk mendukung kesuksesan pembangunan ekonomi adalah dengan memperluas tax awareness masyarakat. Edukasi dapat berupa sosialisasi dalam bentuk digital melalui media sosial, penyelenggaraan webinar, atau seminar perpajakan. Direktorat Jenderal Pajak telah berusaha meningkatkan tax awareness melalui cara tersebut. Diharapkan, dengan informasi dan pembinaan yang disampaikan dapat membuka mata masyarakat terhadap kesadaran dan kepatuhan pajak dengan tetap merasakan keadilan dan keberpihakan yang ditunjukkan dalam UU HPP terutama kepada masyarakat kecil sehingga tumbuh kesukarelaan dan perekonomian Indonesia dapat kembali bangkit dengan bantuan potensi UMKM.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline