Dari debu kemarau yang panjang, kau lahir,
Terlempar ke jalanan, tanpa arah, tanpa suluh.
Wamena menjadi saksi langkah-langkah kecil yang getir,
Mencari sesuap ubi bakar di antara kerasnya peluh.
Lalu sebuah tangan terulur, sebuah rumah terbuka,
Menyebutmu bukan lagi anak yang terbuang,
Tapi Generasi Anak Panah, pusaka berharga,
Yang disiapkan untuk terbang tinggi di masa depan yang membentang.
Di sini, busur diasah dengan doa dan iman,
Mata panah ditajamkan oleh ilmu pengetahuan,