Lihat ke Halaman Asli

Mahendra

Sejarah mengadili hukum dan ekonomi, sebab sejarah adalah takdir, di satu sisi. *blog: https://mahendros.wordpress.com/ *Twitter: @mahenunja *FB: Mahendra Ibn Muhammad Adam

Cara Menghentikan Bullying

Diperbarui: 26 Juni 2020   17:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: understood.org

Ingat ini bukan menghentikan serangan fisik. Ini juga bukan menghadapi bullying atau penghinaan tapi menghentikan penghinaan. Apa itu menghina? Menghina padanan katanya adalah melecehkan atau menista aatau memaki. 

Dalam KBBI menghina adalah memandang rendah atau memandang tidak penting. Mengina menurut KBBI juga adalah memburukkan nama baik orang atau menyinggung perasaan orang. KBBI memberi contoh dalam bentuk kalimat ia sering menghina kedudukan orang tuanya, contoh kedua, Tulisannya dalam surat kabar itu dipandang menghina kepala kantor itu.

Menurut  hukum seperti diatur dalam KUHP dan lainnya, ujaran kebencian dapat berbentuk, penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, dan penyebaran berita bohong. Semua tindakan itu memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan/atau konflik sosial.

Menurut KUHP, penghinaan ada enam macam, menista, menista dengan surat, memfitnah, penghinaan ringan, mengadu secara memfitnah, dan tuduhan secara memfitnah.

Apa sebenarnya penghinaan itu? Dalam konteks media sosial lisan amaupun tulisan serta video, penghinaan atau bullying dilakukan oleh si pembully untuk memenangkan sebuah pertarungan non-fisik (short message, chatting, comment dan seterusnya).

Bagaimana menghadapi bullying? Rumus bullying seperti pernah kita alami sejak kecil ketika perang lisan dengan teman sebaya saat masih remaja adalah semakin kamu tidak dapat mengendalikan diri atau semakin kamu marah maka semakin senang si pembully itu. Si pembully menguasai emosinya sedangkan kamu tidak menguasai emosimu. Dialah pemenangnya ketika kamu semakin menjadi marah dan tak terkendali.

Jika hanya perang lisan atau tulisan bagaimana menghentikannya. Ingat pula, karena perang lisan dapat memuncak menjadi peang fisik, kita jadi tau bahwa ini adalah poinnya. Ini persoalan menang dan kalah.

Bagaimana kita bisa menang ketika kita dibullying?

Jawablah seperlunya atau jika tidak dapat berkata yang baik maka diamlah, berhenti comment. Jawablah dengan cara anggun, kamu boleh marah tapi terkendali dengan lisan yang terbaik, kalau kamu marah dan tak terkendali orang akan melihat bahwa kamu sama saja dengan si pembully tidak dapat menguasai diri dan emosi bahkan menghabiskan energi cukup banyak untuk itu. Menurut pengalaman penulis ketika berdiskusi di kolom komentar Kompasina selalu saja berbalas comment, kadang tidak logis kadang logis, kadang terkendali kadang tidak terkendali, tidak tau ujungnya. Karena tidak tahu ujungnya maka disimpulkan tidak ada kesimpulan dalam balas-berbalas comment tersebut. Jadi apa perlunya diskusi tersebut?

Artinya tidak perlu berdebat di Facebook, Twitter, Youtube, whatsapp, Kompasiana, Indonesiana, Wordpress, Blogspot, atau portal dan media sosial lainnya bila tidak ada moderator yang meyakinkan dan terpercaya. 

Tidak perlu pula terpancing oleh bullying yang dilakukan oknum tertentu yang ingin membuat konflik sosial. Sayangnya ada sejumlah orang tergoda menjadikan media tersebut sebagai tempat pengadilan, tidak ada perangkat-perangkat untuk menegakkan keadilan di sana, tidak ada hakim, jaksa, pengacara, saksi dan seterusnya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline